Chapter 1@ Hujan di musim semi

Tetesan air bermakna perpisahan

Ibuku pernah bercerita kepadaku,tentang seseorang yang beruntung karena dapat tertawa bersama gadis yang di cintainya. Tak peduli betapa beratnya kehidupan ini,dia terus bertahan agar dapat melihat gadis yang ia cintai bahagia bersamanya. Namun suatu hari,gadis yang dia cintai tak lagi tertawa seperti biasa. Kematian sang ayah gadis tersebut membuat hati gadis itu hancur. Tawa merdu yang biasa terdengar oleh sang pria,kini berubah menjadi suara tangisan seorang wanita yang tak ingin kehilangan seseorang yang berharga dalam hidupnya.

Kemudian pria itu berkata”Hai gadis,mengapa engkau terlihat sangat sedih?”.

Air mata masih berlinang di kedua mata gadis itu. Saat ini hatinya benar-benar hancur. Tangan yang sedari tadi menggenggam,layaknya seseorang yang sedang menahan rasa sakit perlahan terbuka. Tangan itu bergerak mencoba menghapus air yang menetes dari kedua matanya.

Lalu gadis tersebut berkata ”seseorang yang sangat penting dalam hidupku telah pergi meninggalkanku untuk selamanya,mana mungkin aku tak bersedih seperti ini. Hatiku terasa sangat sakit. Rasanya seperti ada sebuah pisau yang menusuk hatiku. Semakin dalam pisau itu masuk dan merobek hati ini. Aku merasa sangat sedih. Aku tak dapat lagi bertemu dengannya sekarang. Dulu,aku selalu memintanya menggendongku ketika kakiku terasa sakit karena terlalu banyak bermain. Dia tak pernah merasa lelah ketika menahan berat tubuhku. Senyumannya,seolah menandakan bahwa dia sangat bahagia ketika aku bersamanya. Sifat manjaku padanya tak sedetik pun pernah membuatnya mengeluh. Aku sangat menyukai dia,ayahku”.

Air mata pun kembali menetes dari kedua mata gadis itu. Terlihat sebuah kesedihan yang sangat dalam pada raut wajahnya. Kemudian,pria itu mengusap air mata yang menetes melewati pipi gadis itu. Pria tersebut dapat merasakan kesedihan yang ada dalam hati gadis tersebut.

Pria itu berkata”Maukah engkau mendengar cerita masa laluku?”.

Tetesan air yang sedari tadi menetes keluar dari kedua mata gadis itu perlahan terhenti. Dia tersadar,dia telah membuat seseorang yang menganggap dirinya penting ikut bersedih. Gadis itu tak ingin orang yang dia sangat cintai,ikut bersedih karenanya. Kemudian dia mencoba menghapus air mata yang menetes di pipinya.

”Apa?”kata gadis itu dengan suara lirih. Pria tersebut terus memandangi wajahnya.

Pria itu tersenyum. Lalu,dia berdiri menatap langit dan berkata”Dulu aku hidup dalam keluarga yang serba kekurangan. Makan dan minum terasa sangat sulit untuk keluargaku.Setiap hari kami harus  bekerja keras agar dapat terus bertahan hidup di dunia ini.
Suatu hari,aku berjanji kepada kedua orang tuaku ”Ibu dan Ayah, aku berjanji kelak aku akan membalas kebaikan kalian. Mulai sekarang aku akan berusaha lebih keras,agar kalian tak perlu lagi bersusah payah untuk menghidupi keluarga ini”.

Aku terus berusaha dan berusaha. Bulan demi bulan berlalu. Suatu hari,ayah dan ibuku terserang sebuah penyakit. Kami tak mempunyai uang untuk membeli obat. Aku hanya dapat berharap agar mereka dapat sembuh. Karena hal tersebut, keinginanku untuk membuat mereka bahagia menjadi semakin besar.

Tahun demi tahun telah berlalu. Aku telah berhasil mengumpulkan banyak harta untuk kedua orang tuaku. Kini aku dapat membelikan obat untuk penyakit mereka. Namun takdir berkehendak lain. Ketika aku kembali membawakan obat untuk mereka, mereka telah pergi meninggalkan dunia ini. Tentu aku sangat sedih seperti dirimu sekarang. Hatiku juga terasa hancur kala itu. Mengapa ketika aku telah berhasil meraih semuanya,Tuhan malah mengambil ayah dan ibu dariku. Padahal, sedikit lagi aku dapat menepati janji yang pernah kuucapkan pada mereka.
Seminggu berlalu setelah kematian kedua orang tuaku. Semua harta yang telah aku kumpulkan rasanya tak berarti lagi. Aku merasa telah gagal untuk membahagiakan mereka. Aku merasa seperti seorang anak yang tidak berguna. Hari itu aku hanya dapat mengurung diriku di dalam kamar. Pikiranku terasa sangat kacau,hatiku terasa sakit menerima kenyataan bahwa mereka telah tiada. Lalu ketika aku berbaring di tempat tidurku,aku menemukan sebuah surat yang terselip di antara kasur dan ranjang tidur.

“Untuk anakku tersayang”

“Maafkan kami tak dapat membahagiakanmu selama ini. Maafkan kami, engkau harus terlahir dalam keluarga yang serba kesusahan. Kami sangat menyayangi dirimu,anakku. Karena dirimulah, kami menjadi kuat menghadapi kehidupan yang kejam di dunia ini. Anakku,engkau tak perlu memaksakan dirimu mencari harta berlimpah untuk kami. Kami telah merasa bahagia sejak dulu,sejak engkau masuk dalam keluarga kecil kami. Rumah yang biasanya sepi,kini menjadi ramai dengan suara canda tawamu yang mencoba menghibur kami. Sejak dulu engkau telah menjadi harta paling berharga untuk kami. Janji yang engkau ucapkan saat itu,sesungguhnya telah engkau penuhi bahkan sebelum engkau pernah mengucapkan janji tersebut pada kami.
Anakku yang sangat kami sayangi. Sesungguhnya,kebahagiaanmu itulah yang terpenting untuk kami. Janganlah engkau memaksakan dirimu untuk membuat kami bahagia,karena dirimulah satu-satunya kebahagiaan untuk kami hidup di dunia.”

Pria tersebut berhenti bercerita. Terlihat ekspresi kesedihan di raut wajahnya. Air mata terus tertahan di kedua matanya. Lalu dia diam sejenak untuk menegarkan hatinya.
Sementara itu,gadis yang sedari tadi bersedih terus menatap wajah seorang pria yang baru saja bercerita. Gadis itu melihat sebuah ekpresi kesedihan yang tertahan di wajah pria tersebut. Sepintas gadis itu tersadar,bukan hanya dirinya yang pernah mengalami masa-masa sulit seperti ini. Perlahan,raut wajah penuh kesedihan menghilang dari wajah gadis itu. Kemudian,sebuah senyum kekaguman muncul di wajahnya. Pada akhirnya,cerita masa lalu pria tersebut dapat menghibur hati gadis yang dia cintai. The End...

Begitulah hidup. Hidup itu seperti sebuah pohon ,semakin tinggi engkau tumbuh semakin besar angin yang akan menerpamu. Dan jika itu memang benar,maka orang-orang di sekitar kita adalah akar yang akan selalu menopang tubuh kita agar tetap berdiri tegak. Namaku Nakamura Hiro,aku sangat percaya dengan kisah dongeng tersebut.Setiap hari aku tertawa bersama ayah dan ibu. Kami hidup dengan bahagia.Namun itu dulu...

Hari demi hari berlalu,keindahan dari kisah dongeng itu kini telah pudar. Aku tak lagi merasa bahagia. Ayah dan ibu selalu pergi meninggalkanku. Aku selalu sendiri menjalani kehidupanku. Indahnya hari-hari masa lalu tak pernah lagi aku rasa. Aku tak percaya lagi akan dongeng tersebut.

Hari-hari yang sepi membuatku terbiasa sendiri di dunia ini. Seorang diri,aku belajar menyelesaikan semua masalahku. Jika ada masalah datang kepadaku,aku selalu berusaha mengatasinya. Tak peduli sebesar apapun masalah itu,aku akan tetap bertahan untuk melanjutkan hidupku. Setiap hari aku menjalani hidupku. Aku sadar,tak ada yang dapat aku gantungkan pada orang lain. Semua masalah yang datang menerpaku,adalah masalahku. Tak peduli betapa mengertinya orang lain akan masalah tersebut,yang harus menyelesaikannya adalah diriku sendiri.

#Kamis,1 Mei 2011

Hari ini aku pergi ke kota lain. Aku takkan kembali ke kota itu. Setelah semua yang aku alami,akhirnya aku dapat pergi meninggalkannya. Kota masa kecilku,di mana aku pernah meletakkan impianku menjadi seseorang yang bahagia. Bersama keluargaku aku pergi meninggalkannya. Namun hanya aku yang takkan kembali. Aku tak mau mengenang masa pahit yang aku alami. Kota itu telah banyak memberiku kesedihan. Saatnya kini aku harus meninggalkannya. Aku yang saat ini,telah belajar bertahan dari rasa sakit. Selama aku sendiri,aku telah belajar menjadi seseorang yang mandiri. Aku menyelesaikan semua masalahku sendiri. Aku yakin,diriku cukup mampu tuk menghadapi dunia luar.

Di dalam mobil ini aku menatap ke luar,jalanan yang sepi terbentang panjang di hadapanku. Hanya ada sedikit cahaya yang terlihat. Sorotan lampu dari mobil ini memecah kegelapan malam.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami. Ayah yang berada di depan,memegang kemudi dan ibu yang duduk di sebelahku,sibuk memencet tombol ponsel yang dipegangnya. Mereka selalu saja seperti ini.

Saat ini terasa begitu sunyi. Aku terus menatap ke luar jendela,dan berharap mobil yang saat ini membawaku,akan mengantarkanku ke sana.

#Di dalam mobil saat perjalanan

“Hiro,setelah ini kamu harus bisa menjaga dirimu”kata ibu.
 
“Iya..ibu”jawabku lirih.

Kami tak terbiasa bersikap seperti sebuah keluarga. Nada bicara kami seperti orang asing yang tak pernah saling kenal dekat. Ini pertama kalinya,aku mendengar ibuku mengucapkan kalimat seperti itu setelah waktu yang lama. Waktu yang sangat lama,untuk dapat kuingat dengan jelas.

“Setelah sampai di sana,kamu akan menempati rumah yang telah kami siapkan untukmu. Rumah itu adalah sebuah rumah kosong yang baru saja ditinggal pergi oleh pemiliknya ke Jepang. Tenang saja,kami sudah meminta orang untuk membersihkan rumah tersebut. Kemudian...ini adalah sekolah yang akan kamu masuki”Ayah memberikan sebuah brosur padaku.

SMA Negeri 3 Cilacap. Kabarnya,tingkat pendidikan di sekolah ini cukup tinggi. Fasilitas dan Infrastrukturnya merupakan yang terbaik di masanya. Banyak siswa SMA yang ingin masuk ke sekolah itu. Namun karena persaingan yang ketat, dan biaya yang sangat mahal membuat mereka mengurungkan niatnya. Sebagian dari mereka memilih untuk bersekolah di SMA biasa. Dan sebagian lainnya,memilih untuk membantu orang tua. Aku beruntung,dapat masuk ke sekolah itu tanpa melalui tes langsung. Guru BK di sekolahku,mengirimkan lampiran prestasi akademikku selama aku di SMP. Lalu,perwakilan dari SMA tersebut datang ke sekolah lamaku dan bertemu dengan kedua orang tuaku. Mereka berbicara cukup lama hingga bel sekolah  berbunyi.Aku pun tak pernah tahu hasil dari percakapan mereka,hingga sebulan yang lalu mereka berkata akan  mengantarku pergi ke kota Cilacap. Kedua orang tuaku terlihat senang akan hal itu.Mungkin dengan demikian, mereka tak perlu lagi harus bersamaku untuk mencari SMA lain.Itulah pikirku...

“Sekolah itu adalah sekolah terbaik di sana. Sekolah tersebut di penuhi oleh siswa-siswa berprestasi dari seluruh Indonesia. Untuk meraih nilai terbaik di sana tidaklah mudah. Mungkin kamu harus lebih berusaha...”kata ayahku yang tengah menyetir.

Aku tak takut akan itu semua. Tak masalah untukku jika harus memaksakan diri sekali lagi. Aku telah terbiasa melakukan semuanya sendiri. Dan jika sekarang aku harus mengulanginya,aku akan melakukannya. Ayah dan ibu tak pernah tahu seberapa keras aku telah berusaha. Untuk melewati masa-masa SMP yang aku jalani ,aku harus melakukan semuanya sendiri. Aku berusaha menjadi yang terbaik, agar mereka semua memandang diriku. Terkadang,aku harus berjalan kaki di tengah dinginnya malam karena tak ada yang datang menjemputku. Tak semua orang senang bersamaku,sifatku yang lebih memilih untuk menyendiri membuat orang di sekitarku menjauh. Mereka tak suka jika ada seseorang yang berbeda. Mereka lebih memilih orang-orang yang sama dengan mereka dan meninggalkan orang yang mereka anggap menyusahkan. Namun,aku tak pernah memikirkannya. Hidup ini memang seperti itu. Dunia menginginkan adanya sebuah persamaan,dan yang berbeda akan dijauhi dan ditinggalkan. Aku sendiri memiliki tujuan hidupku. Semenjak saat itu,persepsiku akan kehidupan telah berubah. Mereka berkata,jika kita dapat merubah diri kita maka dunia juga akan ikut berubah. Namun itu semua bohong. Kita akan terus mengikutinya,dan dipaksa untuk terus berkompromi dengan kebohongan tersebut. Dan pada akhirnya,orang lain akan memaksa kita untuk terus mengerti mereka. Aku lebih memilih untuk menjadi diriku sendiri. Tak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain,aku adalah diriku. Aku bangga menjadi diriku.

 #Pagi hari di kota Cilacap

 “Kita telah sampai”ayah berkata padaku.

Kami telah sampai di rumah yang akan aku tempati. Rumah itu cukup besar dan mewah. Dari luar tampak halaman rumah yang asri. Riasan khas jepang dari rumah tersebut terlihat serasi dengan halamannya. Suasana pagi di sana membuat warna tersendiri pada atap rumah. Embun yang masih membasahi dedaunan membuat hawa terasa sejuk. Kilau sinar mentari yang hendak naik ke tempatnya,menambah suasana harmoni pagi itu.
“Kita masuk...”ajak ayah.

Kami semua turun dari mobil. Seketika pertama kali aku masuk,terasa suasana seperti berada di negeri sakura. Lantai yang terbuat dari papan,dan pintu geser yang dapat menangkap bayangan benda di baliknya. Rumah ini di bangun dengan arsitektur jepang. Di dalam rumah itu,terdapat sebuah ruang tamu yang dihiasi beberapa sofa mewah. Sebuah vas bunga berhiaskan bunga mawar di letakkan di atas meja. Satu ruang kamar tidur yang sedikit sempit terletak di sebelah kiri ruang tersebut.
Berjalan lebih ke dalam,aku melihat sebuah ruang keluarga. Sebuah televisi di letakkan di atas meja khusus. Terdapat satu DVD player di sampingnya. Sepasang sound system sengaja di letakkan di sebelah kanan dan kiri meja tersebut.

Lalu kami berjalan melewati sebuah jalan sempit yang terbuat dari kayu. Menengok sebelah kiri,kami dapat langsung melihat cerahnya langit saat itu. Rumah ini memiliki sebuah taman kecil berhiaskan bunga mawar dan melati. Untuk penyiangan,maka tidak diberi atap di atasnya. Kemudian aku memalingkan wajahku ke depan.Terlihat dua buah pintu berjejer di depanku. Pintu apakah itu? kami membukanya satu per satu. Rupanya masih ada 2 kamar tidur lagi di sini. Terdapat sebuah kasur lantai dan selimut yang terlipat rapi di masing-masing ruangan. Dua lemari besar berwana putih juga tersedia.

Kemudian berjalan lebih jauh ke belakang. Langkah kami terhenti ketika menemukan sebuah dapur berada di depan kami. Dapur tersebut masih terlihat bagus meski baru saja ditinggal oleh pemiliknya. Sebuah rak piring kosong di letakkan di dapur tersebut. Di belakang ruangan tesebut terdapat sebuah kamar mandi dan gudang yang bersih.

Meski baru pertama kali ke sini,aku seperti tak merasa bosan. Lebih nyaman di sini daripada di rumah ayahku. Di sini hatiku terasa lebih tenang. Lebih lama di sini mungkin dapat membuatku lupa akan hal yang menyakitiku.

===ooOoo===

“Inilah rumah yang akan kamu tempati. Ibu harap kamu menyukainya,Hiro”kata ibuku yang sedang duduk di ruang keluarga.

Aku memang menyukai rumah ini. Di sini suasana terasa lebih tenang. Sangat cocok dengan sifatku yang menyukai kesendirian.

Tiba-tiba,ayah yang sedang duduk di sebelah ibu berkata padaku,

“Maaf Hiro,ayah dan ibu mungkin harus kembali ke Jakarta besok. Ada urusan yang harus kami selesaikan di sana. Kami harap kamu cepat beradaptasi dengan lingkungan di sini...”kata yang terucap dari ayah membuat sedih hatiku.

.Aku mengerti...pergilah jika kalian mau. Aku sudah terbiasa dengan hal itu”ucapku kesal dalam hati.

Kemudian kami berjalan ke luar rumah untuk menurunkan barang-barang yang kami bawa. Sedikit demi sedikit,akhirnya semuanya telah turun. Kami harus membawanya masuk ke dalam rumah. Aku membawa sepasang koper besar yang berisi benda dan peralatan pribadiku. Aku tak mau jika benda dan peralatan ini di pegang oleh orang lain. Sementara itu,Ibu dan ayah sibuk membawa perabotan rumah.

===ooOoo===

Aku telah sampai. Ini adalah kamarku. Aku memilih kamar ini karena lebih dekat dengan halaman depan. Suasana halaman depan ketika pagi terasa menentramkan hati.

Lama aku menata barang yang aku bawa,aku pun memutuskan untuk pergi ke dapur. Namun ada hal yang tidak biasa di sana. Seseorang sedang memasak sesuatu.

“Hiro,sudah lama sekali rasanya ibu tak memasak untukmu. Mungkin,yang terakhir itu...ketika kamu masih berada di SD. Ibu ingat dulu kamu suka menangis meminta ibu membuatkan makanan kesukaanmu. Sekarang ibu akan memasakkan makanan itu lagi untukmu”kata ibuku yang tengah memasak saat itu.

“Iya...ibu”jawabku lirih.

Ada perasaan yang selama ini tak pernah lagi muncul. Saat ini aku melihatnya memasak untuk diriku. Sesaat,sakit dalam hatiku terasa sembuh. Aku terus terdiam menatap wajahnya. Raut wajah itu terlihat seperti dulu,saat kami masih sering bersama. Dalam hati,aku tersenyum. Aku bahagia karena dia memperlakukan aku sebagai seorang anaknya.

“Ibu...dapatkah engkau terus seperti itu. Aku ingin engkau kembali seperti dirimu yang dulu. Seseorang yang selalu memperhatikan diriku. Memasakkan makanan kesukaanku. Dan mendengarku,saat aku bercerita tentang kehidupan sekolah. Aku mohon ibu...kembalilah seperti dulu...”ucapku dalam hati.

===ooOoo===

“Ini...Hiro”ibuku tersenyum. Dia memberikan makanan yang dia masak untukku.

Makanan itu terlihat sama seperti dulu. Aku ingat,saat aku menangis karena ingin memakan makanan ini. Aku selalu memintanya membuatkan makanan ini setiap pulang sekolah. Namun,setelah hari itu semuanya tak sama lagi. Dia tak lagi mempunyai waktu untukku. Dia selalu sibuk dengan urusannya,dan lupa denganku yang selalu menunggunya. Aku menunggunya setiap hari ketika pulang sekolah. Aku menunggu detik demi detik,namun dia tak kunjung datang menjemputku. Saat itu,rasa senangku bersamanya mulai tergantikan oleh rasa sepi akan kehadirannya. Perlahan aku lupa akan kehangatan yang selalu dia berikan padaku. Aku mulai terbiasa untuk sendiri.

Setiap hari,aku melihat teman-temanku datang bersama ayah dan ibu mereka ke sekolah. Kehangatan dari suara canda tawa keluarga membuatku merasa iri. Sepulang sekolah,ibu atau ayah mereka datang untuk menjemput mereka. Namun,tak ada yang datang menjemputku. Dia mungkin lupa denganku di sini. Dalam kesendirian aku berjalan.Aku telah sampai di depan rumah. Aku membuka pintu dan masuk ke dalam. Tetapi,yang aku temukan hanyalah sebuah kehampaan. Tak ada seorang pun yang datang menyapaku dengan hangat.

Saat itu aku berteriak sekeras-kerasnya”Aku tak mau sendiri lagi!!!”.

Namun aku tersadar. Meski aku berteriak sekuat tenaga,itu akan percuma. Mereka tak akan kembali seperti dulu. Semenjak saat itu hatiku mulai terasa sakit.

===ooOoo===

“Makanlah yang banyak,Hiro”dia tersenyum padaku.

Aku segera mengambil sendok dan garpu yang di letakannya di atas meja. Aku mengambilnya ,dan memakan makanan itu. Terasa nikmat sekali makanan tersebut. Rasanya seperti kembali ke masa lalu ketika kami masih sering bersama. Hangatnya suasana pagi itu membuatku lupa akan rasa sakit yang aku rasakan selama ini.

“Hiro...maafkan ibu”bisiknya lirih.

Ibuku terus menatapku. Tatapannya seolah ingin mengatakan,bahwa dia sangat menyayangiku. Aku yang sangat rindu akan masa-masa itu,terus menyantap hidangan tersebut. Aku tak mendengar apa yang dia bisikkan padaku. Hingga makanan itu habis,ibu masih saja menatapku.

Setelah sarapan pagi,kami semua berkumpul dalam satu ruangan. Suasana yang dulu hilang kini telah kembali lagi. Meski tidak ada canda tawa terucap,setidaknya mereka saat ini ada bersamaku. Hal itu sangat berarti untukku. Sejenak, persepsiku akan dunia berubah. Aku tak lagi membenci kehidupan di dunia ini. Rasa sakit yang aku rasakan selama ini pergi menghilang ditelan hangatnya berkumpul dengan mereka.

Hari itu aku merasa sangat bahagia. Hatiku terasa sangat tenang,melebihi ketenangan yang aku rasa saat sedang sendirian. Lalu,siang dan malam kami lalui seperti sebuah keluarga.

#Esok hari

Mobil merah milik ayahku sudah bersiap di depan rumah. Ayah dan ibu akan segera kembali ke Jakarta.

“Hiro...kami kembali dulu”ibu memelukku. Terlihat sebuah kesedihan di wajahnya.
Aku yang tak ingin berpisah,kemudian memeluk erat tubuhnya.

“Jaga dirimu...Hiro”ayah memegang pundakku. Dia mencoba membuatku tegar.

Kemudian mereka berdua masuk ke dalam mobil. Aku hanya dapat terdiam melihat ayah dan ibu saat itu. Hatiku terasa sangat sedih mengetahui kami akan segera berpisah. Di satu sisi, aku ingin mereka tetap bersamaku di sini. Namun di sisi lain,aku tak bisa memperlihatkan kesedihanku di depan mereka. Aku tak ingin terlihat lemah di hadapan ayah dan ibu. Kedua hal tersebut terus bergejolak di dalam hatiku.

Kesedihan semakin menyelimuti diriku ketika aku mendengar suara mesin mobil yang menyala.Itu berarti mereka akan segera pergi meninggalkanku. Saat itu rasanya aku ingin menangis di hadapan mereka,namun aku tak bisa melakukan hal tersebut. Pada akhirnya,sekali lagi aku harus berbohong pada diriku sendiri agar tetap tegar.

”Aku tak membutuhkan kalian!!!...pergilah jika kalian mau!!!”teriakku dalam hati.

Air mata semakin berlinang di mataku. Aku terus menahannya agar tak terjatuh di depan ayah dan ibu. Sampai akhirnya,mobil merah tersebut pergi meninggalkanku.

Suasana pagi hari itu berubah menjadi mendung. Perlahan tetes air turun membasahi halaman rumah. Aku menyesalkan kepergian ayah dan ibu yang lebih memilih urusan bisnis daripada menemaniku di sini. Di tengah hujan itu aku terus berdiri menatap mobil yang pergi menjauh dariku. Tetesan air jatuh membasahi tubuh ini. Suara petir menyambar mengisi suasana yang sunyi. Air mata yang sedari tadi tertahan,akhirnya menetes melewati kedua pipiku. Kadang...aku membenci hujan yang turun ke bumi. Namun sekarang aku berterima kasih kepadanya,karena aku tak perlu lagi menutupi air mata yang jatuh ini.

“Ibu dan ayah...dapatkah kalian rasakan hujan yang turun ini seperti tangisan dari dalam lubuk hatiku?”kataku dalam hati.

“A whisper to the sky,I was waiting on them in the rainfall that day. The darkness was came upon me. My tears dropped,soaked the earth. I feel so lonely here...,alone”

===ooOoo===

Seminggu telah berlalu. Perpisahan saat itu berdampak besar pada diriku. Sekarang aku tak lagi membenci kehidupan di dunia seperti diriku yang dulu. Kadang aku merasa bosan terus berada dalam kesendirian,padahal aku sangat menyukai kesendirian itu. Dulu aku selalu membenci ayah dan ibu,namun sekarang aku malah merindukan mereka. Aku tak menyangka diriku dapat berubah seperti ini.

Aku terdiam di atas kasur,sambil memandangi sesuatu yang dia berikan padaku.

“Hiro,ini ponsel untukmu. Di dalamnya sudah ada sim card yang telah terdaftar di sekolah barumu. Ketika kegiatan sekolah akan di mulai,mereka akan memberikan informasi kepadamu...selamat berjuang,Hiro...”katanya saat itu.

Mataku terus menatap benda tersebut. Pikiranku terus membayangkan wajahnya ketika dia berbicara. Saat ini,aku benar-benar merindukan dirinya.

“Ibu... aku merindukanmu...”ucapku dalam hati

Senin,19 Mei 2011...

Terdengar suara dari ponsel yang aku letakkan di sampingku.

“Kringggg...kring...kring....”

Saat itu,aku melihat sebuah pesan bertuliskan “SMAN 3 Cilacap.

Lalu,aku membuka pesan tersebut.

“Kepada siswa/siswi tahun ajaran baru 2011/2012. Kami umumkan bahwa kegiatan awal sekolah akan segera di mulai. Untuk itu,siswa/siswi tahun ajaran baru 2011/2012 di mohon hadir pada:
Hari/Tanggal      :Senin,26 Mei 2011
Waktu                  :08.00WIB-selesai
Tempat                :Kelas masing-masing
Hal                     :Pengenalan sekolah

Jika ada yang berhalangan hadir di mohon ada pemberitahuan sebelumnya. Dan kemudian,untuk ruang kelas dapat dilihat pada mading sekolah yang berada di sebelah ruang perpustakaan dan ruang guru. Sekian pengumuman dari kami. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Seminggu lagi sekolah akan di mulai. Sementara itu, aku masih duduk bersantai di teras depan rumah. Rumah ini terasa begitu sepi. Aku bahkan dapat mendengar suara hembusan nafasku.

“Sore ini..terasa begitu sepi...”kataku memandang langit.

Kesunyian saat ini perlahan membuat diriku hanyut dalam lamunan. Aku ingat,waktu itu kami sering memandangi langit sore seperti ini. Saat itu aku benar-benar merasa bahagia. Ayah dan ibu terus berdiri di sampingku. Tak sedikitpun rasa kesepian datang menghampiri hatiku. Namun seiring berjalannya waktu,kehangatan keluarga seperti dulu tak pernah lagi aku rasakan. Mereka pergi menjauh dan meninggalkan aku sendiri. Ayah dan ibu tak pernah mempunyai waktu untuk diriku lagi.
Angin yang berhembus semilir datang menerpa wajahku. Langit sore kala itu berwarna merah muda. Terlihat barisan burung yang terbang mengitari awan di langit. Jumlah mereka begitu banyak. Apakah mereka selalu bersama seperti itu?

“Aku merasa iri pada mereka...”ucapku menatap burung-burung tersebut.

===ooOoo===

Malam ini aku kembali ke sini. Inilah waktunya aku untuk merebahkan tubuh. Ruangan ini begitu sempit dan sunyi,hanya sebuah lampu kecil yang memberi cahaya. Aku membuka sebuah buku yang sedari dulu selalu menemani ketika aku akan tidur. Aku merebahkan tubuhku,dan mengambil sebuah pena hitam yang kuletakkan di sebelah tempat tidur.

“Dear Diary”                                      

Minggu,19 mei 2011

Hari ini aku memandangi langit sore dari teras depan rumah. Aku terhanyut dalam indahnya lamunan masa kecilku. Teringat saat ayah dan ibu menemaniku kala itu. Desiran ombak menyapu pasir yang ada di hadapannya. Aku ingat saat itu aku menangis...aku terjatuh dan kepalaku tersapu ombak yang datang. Kepalaku penuh dengan pasir,kemudian...ayah dan ibu datang membantuku. Ibuku berkata”Hiro lihatlah...matahari akan tenggelam di sana,sangat indah bukan?”.”Wah..sangat indah,ibu”jawabku tersenyum. Canda tawa kala itu membuatku bahagia. Kami terus memandangi langit merah muda yang nampak semakin indah saja. Sampai tak terasa gelap telah menyelimuti tubuh kami. Matahari telah menghilang di balik lautan.

Tak terasa waktu terus berlalu. Rasa mengantuk pun datang menghampiriku. Aku meletakkan pena yang aku genggam dan merebahkan tubuhku. Tangan kiriku masih memegang buku yang terbuka pada halaman itu.Tangan kananku meraih sesuatu. Seragam sekolah yang masih terlipat rapi itu terus aku genggam. Kemudian,dengan perlahan kedua mataku terpejam.