Pagi ini adalah awal dari
tahun ajaran baru, sekilas tak ada yang spesial di hari ini. Aku berangkat
seperti biasa ke sekolah. Namun ketika berada di halte bus aku melihat seorang
ibu membawa tongkat terjatuh tersenggol orang lain.
”Ibu...ga papa bu???” tanyaku
dengan senyum.
Namun ibu tadi tak
menjawab, dia malah tersenyum kepadaku.
”Hmm...ku rasa ibu ini
bisu” kataku dalam hati.
Kulihat wajahnya sedikit
sedih, jadi aku kasih ibu tadi bunga Marygold yang ada di saku bajuku.
”Ini bu buat ibu”kataku.
Tiba-tiba bus datang, lalu
aku buru-buru masuk kedalam bus tersebut.
Kulihat dari jendela bus, ibu tadi mau memberiku sesuatu namun
aku buru-buru masuk ke dalam bus, ”Hmm...tak apalah”celetukku dalam hati.
”Teng...teng...teng...”tanda
jam pelajaran telah dimulai.
”Pagi anak-anak...bagaimana
liburan kalian??? pasti menyenangkan bukan???”sapa wali kelas kami bapak Santo.
”Senang abis bapak guru” sahut
kami.
Terlihat seorang anak
berdiri di depan pintu.
”Baiklah anak-anak...ditahun
ajaran baru ini kita kedatangan dua siswa baru, yang pertama bernama Adi
Kurniawan, silahkan Adi perkenalkan diri kamu”kata pak Santo.
”Okeh teman-teman, nama
saya Adi Kurniawan, saya pindahan dari SMAN 26 Jakarta, salam kenal
teman-teman”sapa Adi.
Lalu Adi duduk sebangku
denganku.Kulihat dia anaknya pendiam, hal itu bisa ku tebak dari sikap
duduknya.
”Baiklah anak-anak, ada
satu siswa lagi yang mau bapak kenalkan pada kalian”kata pak Santo dengan raut
wajah seperti menunggu seseorang.
Tiba-tiba terdengar suara
ketokan pintu, ”tok...tok...tok...Assallamu’alaikum???”.
”Wa’alaikum salam, silahkan
masuk”jawab pak Santo.
”Maaf pak, telat”jawab
anak tersebut dengan senyum malu.
”Ya udah ga papa, inikan
awal kamu pindah ke sini, tapi lain kali jangan diulangi lagi”kata pak Santo.
”Iii...iyaa pak”jawab anak
tersebut.
”Ayo sekarang perkenalkan
diri kamu ke teman-teman yang lain”perintah pak Santo.
Lalu anak tersebut
memperkenalkan diri.
”Nama saya Risa Aulia
Novianti, saya pindahan dari SMAN 1 Jakarta”sapa anak tersebut kepada kami.
”Hmm, Risa Aulia Novianti,
wahh bener-bener cantik ini anak”celetukku dalam hati.
Paras wajahnya benar-benar
menawan, kami para siswa laki-laki
benar-benar terpesona melihat dia. Setelah itu Risa duduk bersama Saras. Pelajaran
dimulai, hal-hal membosankanpun terus dilontarkan para guru kepada kami, mulai
dari integral, medan magnet, sampe sejarah-sejarah dunia. Wahh pokoknya
sangat-sangat membosankan. Kulihat Risa sangat tenang ketika mengikuti
pelajaran.
”Hmm...mungkin dia orangnya
pendiem”celetukku dalam hati.
Jam pelajaran telah
selesai, waktunya kami pulang ke rumah. Setelah keluar kelas seperti biasa aku,
Deni, Bagus, dan Dimas berkumpul untuk pulang bersama karena memang rumah kami
satu arah.
Sambil melangkah keluar
gerbang Deni berkata, ”Hehh nji, loe liat cwe baru tdi???cantik yahhh”.
”Hahha kamu suka ma dia
Den???”jawabku dengan nada mengejek.
”Hehhh, ga kali. Hehh
heehh, loe ngrasa ga, ada yang aneh ma cwe baru tadi???”kata Deni.
”Hmm...ga sih biasa aja. Dia
mungkin anaknya pendiem jdi tenang banget kaya gitu”jawabku.
”Halahh, pendiem ya ga
begitu amat kali, masa dari awal pelajaran sampe akhir gue liat belum ada satu
kata pun yang dia omongin ketemennya.Aneh ga menurut loe???”tanya Deni.
Tak selang lama kami melihat
Risa sedang berjalan bersama Saras, Riri, dan Rani. Mungkin mereka hendak
pulang bersama.
Melihat itu niat buruk
Deni muncul,dia membisikkan kata-kata padakku, ”Hehh nji, tuh cwe tadi, loe
liat kan dia sikapnya diem banget, nahh sekarang mending kita godain aja yuk
tuh cwe”.
”Hahhaa, okehh, yuk”jawabku
dengan tertawa.
Lalu kami berempat mencoba
meledek Risa, namun entah kenapa Risa seolah tak menghiraukan kehadiran kami.
Semakin kami ledek, kami merasa semakin tak dihiraukan gadis tersebut. Malah
dia dengan tenangnya masuk ke dalam bus yang datang. Aku heran dengan gadis
tersebut, sepertinya ada yang aneh dengan dia. Mungkin ada sesuatu yang membuat
dia bersikap begitu. Sementara itu, Saras, Riri, dan Rani menatap heran ke arah
kami, Mungkin mereka heran kenapa kami tiba-tiba meledek Risa, tapi bodoh amat kami berempat langsung
naik bus yang berhenti selanjutnya.
Esok haripun tiba, aku
berangkat sekolah seperti biasa.Ketika berada di halte bus aku tak melihat ibu
yang jatuh kemaren.Lantas aku langsung naik ke dalam bus.Sampai di sekolah aku
masuk ke kelas, kulihat Risa sudah duduk dibangkunya. Melihat dia timbul niatku
untuk meledeknya lagi.
”Hai Risa”sapaku dengan
wajah yang sungguh sangat jelek.
Melihat wajahku teman-teman
sekelas tertawa semua, namun entah mengapa Risa hanya diam menunduk di
bangkunya. Aku sungguh heran melihat dia. Mengapa dia hanya diam tanpa
ekspresi, padahal wajah yang kutampilkan sungguh sangat jelek. Boro-boro
tertawa, melirik juga engga. Hmm aku yakin ada yang aneh dengan anak ini. Jam
pelajaran pun dimulai, dari belakang kulihat Risa yang sedang menulis dengan
tenangnya. Wajahnya yang manis membuatku berangan-angan tentang dirinya. Bagaimana
kalau aku jadi cowonya.Menit
demi menit terus berlalu, tiba-tiba terdengar bel istirahat.
”Akhirnya istirahat juga”kataku.
Setelah itu kami
berempat(Aku, Deni, Bagus, dan Dimas) pergi ke kamar mandi untuk buang air
kecil. Seperti biasa Deni selalu mengeluarkan gurauan-gurauan yang membuat kami
berempat tertawa bersama.Lalu kami pergi ke taman sekolah, lagi dijalan kami
melihat Adi sedang duduk sendiri disalah satu bangku taman. Melihat itu kami
berempat menyusun rencana untuk mengerjai Adi. Tak selang lama kami pun
melancarkan rencana kami. Dari belakang kami mengendap-endap dan menarik bangku
tersebut.
Sepintas Adi langsung
jatuh dan berteriak, ”Sialannnn, ”
Mendengar teriakkan Adi
kami tertawa ria.
”Maaf bro, bukan maksud
kita buat loe jatuh bro, tadi kita liat tuh bangku ada kotorannya bro, jadi
daripada loe injak tuh kotoran mending kita tarik aja tuh bangku, kita baik kan
bro”, ledek Deni.
“Hohh gitu, okeh makasih. Tapi lain kali ga usah ganggu gue lagi
okeh”, kata Adi dengan menahan amarah.
”Sabar bro, sabar, mending
sekarang loe duduk aja, ni bangku udah gue bersihin”kata Dimas.
Karena merasa kesal Adi
pun pergi.
”Hahhaa dia kabur, kasihan
kasihan, hahahahaaa”teriak Bagus.
Lalu bel masuk pun
berbunyi, mendengar suara itu kami langsung masuk ke dalam kelas. Ku lihat Risa sedang
duduk-duduk bersama Saras, Riri, dan Rani. Seperti biasa Risa hanya diam dan
diam, sangat jarang kulihat dia berbicara dengan teman-temanya tersebut. Anak
itu benar-benar buat aku penasaran.
”Sebenarnya dia kenapa,
ada apa dengan dirinya, atau mungkin ada masalah dikeluarganya???”tanyaku dalam
hati.
Lalu aku berjalan tenang
menuju kursiku. Pelajaran dimulai lagi. Tak selang lama aku merasa sudah bosan.
Memang semua pelajaran terasa sangat membosankan bagiku. Selang beberapa lama
bel isitirahat kedua berbunyi. Seperti biasa aku, Dimas, Bagus, dan Deni pergi
ke kamar mandi untuk buang air kecil. Dan seperti biasanya Deni selalu
mengeluarkan gurauan-gurauan yang membuat perut kami merasa geli. Karena
terlalu banyak tertawa aku yang hendak keluar dari kamar mandi menabrak Jadu, seorang
bos geng di sekolahku.Selentak aku langsung kaget.Kali ini aku pasti habis
dihajar dia.
Benar saja ketika itu dia
langsung menarik kerah leherku dan berkata, ”Loe mau cari gara-gara sama gue hahh???loe mau mati apa hahh???”teriak Jadu ke
mukaku.
Dengan perasaan takut aku
jawab, ”Maaf...aku ga sengaja”.
Setelah itu aku langsung
buru-buru melangkah pergi ke kelas.Belum sempat 4 langkah maju, tiba-tiba ada
yang menarikku dari belakang.
”Bukkk... ”suara tinjuan
mengenai pipiku.
Sungguh betapa sakitnya
pipiku, karena merasa tak terima aku pun membalas pukulan Jadu. Aku pukul dia
tepat di pelipis matanya. Jadu pun semakin gila, dia menendangku ke arah tembok
dan menghajarku sampai babak belur. Tak hanya itu, setelah berhasil menghajarku
dia malah mengeluarkan sebilah pisau dari saku celananya.
”Ya Tuhan, lindungilah
hambamu ini ya Tuhan”pintaku dalam hati.
Beruntung ketika Jadu hendak
menikamku dengan pisau, tiba-tiba ada yang menendangnya dari belakang. Jadu
terpental ke tembok. Kawan-kawan Jadu yang juga anggota gengnya pun langsung
menolong bos mereka dan membawanya pergi.
”Te...terima kasih Di, mungkin
kalo ga da kamu, aku
dah mati ditikam Jadu”kata pertama yang terucap dari mulutku setelah kejadian
tersebut.
”Sama-sama, itulah gunanya
teman, bukan”, jawab Adi dengan tersenyum.
Setelah itu Aku, Dimas, Bagus,
dan Deni bersahabat dengan Adi.
Hari-hari pun berlalu, kami
berlima terasa semakin akrab saja. Kemana-mana kami selalu pergi berlima, sungguh
terasa indah persahabatan kami.
Suatu hari Deni berkata
kepada aku, Dimas, Bagus, dan Adi, ”Kalian tau ga, low sebenernya Risa adalah anak
Dirjen bro, makanya dia sombong ke temen-temennya. Mungkin dia ngrasa bahwa
dialah anak yang paling spesial diantara siswa sekolah kita”.
”Mungkin aja tuhh, lagian
dia jarang banget tuh ngomong sama temen-temennya”sahut Dimas.
”Bener banget”jawab Bagus
dan Adi.
Setelah hari itu kami
berlima jadi merasa sedikit ga suka dengan Risa yang sangat pendiam itu. Setiap
bertemu Risa kami selalu meledek dia, entah di dalam kelas ataupun diluar
kelas. Suatu hari kami berlima pulang sekolah naik bus, baru saja naik didalam
kami melihat Risa dengan sahabat-sahabatnya(Rani, Saras, dan Riri). Kami
berlima pun terus meledek Risa. Seperti biasa Risa hanya diam tanpa ekspresi.
Namun, ketika aku berkata,
”Halahh diam aja, ya paham yang ayahnya seorang Dirjen, hahahahahahhha”.
Risa langsung berdiri dari
tempat duduknya dan bergerak ke arahku. Dia menamparku tepat dipipiku. Tamparan
kedua berhasil ku tepis dengan tanganku. Ketika itu aku lihat dilengan tangan
kanan Risa terdapat luka yang diperban. Aku jadi berpikir kenapa luka itu bisa
ada padanya. Apakah orang tuanya menyiksa dia di rumah, ataukah ada orang lain
yang berbuat jahat kepadanya. Hmm hal itu terus teriang-iang dalam pikiranku. Sebenarnya
dalam hatiku aku sangat menyukai dia, namun karena teman-temanku yang sedikit
tak suka ke Risa maka aku juga pura-pura membenci dia.
Setelah hari itu, semua
pertanyaan tentang Risa terus ada dalam pikiranku. Suatu hari ketika aku sedang
berkumpul dengan Adi, Adi menceritakan sesuatu padaku.
”Hidup
adalah sebuah perjalanan. Waktu terus berlalu tanpa kita sadari. Mungkin hidup
akan terasa menyenangkan untuk seseorang yang beruntung, tapi kau tau hidup terasa sangat menyakitkan bagi
sebagian orang didunia ini. Kau tau, semenjak kecil aku tak punya seorang ibu. Dia
meninggal ketika melahirkan aku. Ayahku yang pergi merantau ke luar negeri, tak
pernah kembali untuk menjengukku. Aku tinggal bersama nenekku seorang. Kami
melalui berbagai masalah bersama. Terkadang kami harus rela tak makan karena
tak ada beras untuk kami dimakan. Takkan ada yang bisa mengerti perasaan kami. Penderitaan
yang kami alami sungguh sangat menyakitkan hati”.
”Kau, pasti sangat sedih, iya
kan???”kataku.
”Hmm, memang kau mengerti
perasaanku??? orang yang bisa mengerti perasaan kami hanya orang-orang yang
menderita seperti kami. Orang-orang seperti kalian takkan bisa mengerti keadaan
kami”jawab Adi.
Mendengar ucapan Adi aku
jadi teringat dengan Risa, apakah Risa sekarang sedang menderita??? kenapa
lengannya bisa luka seperti itu??? aku jadi merasa bersalah ke dia”kataku dalam
hati. Setelah hari itu aku memutuskan untuk mencoba mengikuti Risa kemanapun
dia pergi.
Esok hari setelah pulang
sekolah aku coba untuk mengikuti Risa pulang, Namun ditengah jalan terjadi
tawuran antar pelajar. Aku sungguh panik saat itu. Sesungguhnya aku ingin lari
menyelamatkan diri pada saat itu, namun aku terus memikirkan Risa, bagaimana
dia jika ku tinggalkan disaat seperti ini. Akhirnya aku memutuskan untuk
melindungi Risa. Ditengah-tengah tawuran itu aku memegang tangan Risa dan menariknya
menuju tempat yang aman. Namun belum sempat sampai ditempat aman, kaki Risa
keseleo, Risa tak bisa berjalan lagi. Hal itu tambah buatku cemas karena
tawuran yang semakin menggila saja. Terlihat sekelompok pelajar berlari ke arah
kami dari sisi berlawanan. Hal itu buat aku bingung. Tanpa pikir panjang aku
langsung memeluk Risa. Hal itu kulakukan karena kupikir satu-satunya cara
melindungi dia adalah dengan menjadikan tubuhku sebagai tameng perlindungannya.
Setelah tawuran usai aku melepaskan pelukanku dari tubuh Risa. Terlihat wajah
Risa memerah menatap wajahku. Aku sungguh gugup melihatnya. Jantungku berdetak keras melihat wajahnya
itu. Setelah itu aku mengantarkan Risa meski tak sampai di depan rumahnya. Ditengah
jalan Risa sama sekali tak berkata apapun padaku. Aku berpikir mungkin dia
marah karena aku telah memeluknya tiba-tiba.
Keesokkan harinya aku
menceritakan semua itu ke para sahabatku dan sahabat Risa. Mereka terkejut
mendengar ceritaku itu.
”Hahh, berpelukkan??? kok
bisa???”teriak mereka dengan kaget.
”Iiii, iya, soalnya aku
ngrasa satu-satunya cara nglindungin dia adalah dengan meluk dia” kataku dikit
nyesel.
”Wahh, loe gila apa, main
peluk-peluk aja, gila loe”ucap Saras.
”Iya maaf, orang kemaren
lagi bener-bener kepepet soalnya”jawabku.
”Trus sekarang Risa gimana???
marah ga sama loe???”tanya Deni.
”Ya begitulah, sampe
sekarang dia ga mau bicara ke aku, mungkin dia bener-bener marah ke aku”jawabku.
”Okeh okeh, kita semua akan
bantu loe baikan ma Risa, iya ga temen-temen???”kata Deni.
”Okeh aja”sahut Saras.
”Klo gue ngikut aja lah”kata
Rani.
”Iya, gue jga mau bantu”kata Riri.
Akhirnya mereka bertujuh
sepakat bantu aku meminta maaf pada Risa.
Satu hari berikutnya
akupun mengikuti Risa pulang. Namun kali ini jalan yang Risa ambil berbeda
dengan jalan yang pernah aku lihat dulu.
”Hmm mau kemana dia”kataku dalam hati.
Setelah beberapa lama Risa berhenti disebuah rumah
yayasan. Kulihat dia membantu seorang wanita yang sedang duduk memegang
tongkat. Didepan wanita itu banyak anak-anak berkumpul, entah sedang apa
mereka.Beberapa saat kemudian terlihat Risa keluar dari rumah itu dan pergi ke
sampingnya. Kulihat dia sedang mencoba memperbaiki bagian atap rumah yang sudah
roboh. Tangannya memegang palu dan gergaji. Ku lihat dia sangat kelelahan. Wajah
manisnya kini bercampur dengan keringat dingin yang keluar perlahan dari
tubuhnya. Aku ingin membantu dia, namun aku takut kehadiranku cuma membuat dia
merasa tak nyaman. Kuputuskan untuk melihatnya dari jauh saja. Keesokkan
harinya aku juga mengikuti Risa pulang. Kulihat Risa mengambil jalan yang
kemaren. Aku tahu dia mungkin akan pergi ke rumah yayasan kemaren. Setelah
sampai di rumah yayasan tersebut, terlihat Risa sedang membantu wanita kemaren.
Dalam hati ku berkata, ”Ku
kira kau dingin terhadap orang lain, ku kira kau hanya mementingkan dirimu
sendiri, ternyata aku salah mengiramu. Engkau sungguh hangat dari dalam. Membantu
orang lain meski tubuhmu harus terluka”.
Karena merasa bersalah ku
putuskan untuk mendekati Risa.
”Ris, ”panggilku dengan
malu.
Namun Risa tak menjawab
panggilanku. Dia seperti tak menghiraukan kehadiranku.
”Ris, kamu marah yahh sama
aku”ku coba mengajaknya bicara.
Namun Risa tetap diam
tanpa suara.
Ku coba untuk meminta maaf
pada Risa, ”Ris, sebenernya dari kemaren maksud aku meledek kamu Cuma mau buat kamu ketawa. Aku ga bermaksud melukai
perasaan kamu. Aku Cuma mau
hibur kamu supaya kamu ga pendiem lagi. Kamu mau kan maafin aku???”.
Risa pun tetap diam. Dia
berjalan menjauh dariku.
”Ris, kamu mau kan maafin aku???”teriakku agak keras.
Namun Risa tetap berjalan
meninggalkanku seakan tak menganggap kehadiranku.
”Ris, Maafin aku???”teriakku
semakin keras.
Dari jauh kulihat Risa
berhenti berjalan. Dia memalingkan wajahnya ke arahku. Kemudian dia tersenyum
manis padaku. Jantungku
berdetak kencang melihat senyuman Risa. Aku rasa Risa sudah memaafkan diriku. Setelah
itu aku mengikuti Risa ke manapun dia pergi. Membantu semua pekerjaan yang
biasa Risa lakukan di rumah yayasan tersebut. Hari pun semakin petang. Aku sungguh merasa lelah
membantu pekerjaan yayasan. Kulihat Risa masih menyapu di depan rumah yayasan. Aku
dekati dia.
”Ris, sebenernya kamu
sedang apa disini???”tanyaku.
Seperti biasa Risa hanya
diam tak menghiraukanku. Karena melihat Risa yang kecapean aku putuskan untuk
menggantikannya menyapu.
”Ris, sini biar aku aja
yang nyapu, kamu sekarang istirahat aja. Okehh”kataku.
Kemudian Risa masuk ke
dalam rumah yayasan. Tak selang lama Risa kembali keluar membawa minuman.
”Nji, ini minum dulu”kata
Risa dengan senyum khasnya.
Dalam hati ku berkata, ”Akhirnya
Risa mau
juga bicara dengan
aku, meski cuma sedikit tapi bagus lah”.
Kemudian seorang wanita
keluar dari rumah yayasan tersebut. Dia duduk dikursi depan teras.
Kemudian Risa memanggilku,
”Nji,..ada yang mau
aku kenalin ke kamu, sini”.
Aku pun mengikuti Risa.
”Kenalkan, ini ibuku”kata
Risa.
”Per, permisi bu, nama
saya Panji Alam Perdana. Saya teman satu kelas Risa bu”sapaku dengan sopan.
Aku merasa pernah melihat
ibu ini, tapi aku lupa kapan aku melihat beliau. Petang itu aku makan malam
bersama Risa dan ibunya. Suasana makan malam sungguh hangat. Kulihat raut wajah
Risa sangat menikmati suasana tersebut.
”Risa terlihat semakin
cantik saja”kataku dalam hati.
Setelah itu aku pulang ke
rumah. Dari jauh ku lihat Risa berdiri menatap langit sendirian.
”Pasti dia sedang
membayangkan sesuatu”pikirku.
Hari-hari berikutnya aku
juga membantu Risa di yayasan. Hubungan kami perlahan terasa semakin akrab
saja. Risa sekarang sudah mau
bicara padaku, bahkan terkadang dia tersenyum padaku. Senyumannya begitu manis,
membuat Jantungku berdetak dengan keras. Suatu hari Risa mengajakku ke taman
dekat yayasan.
”Ris, kita mau apa ke
sini???”tanyaku.
”Hmm, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu”kata Risa
menarik tanganku.
Tak selang lama ku lihat
pemandangan yang begitu indah.Banyak bunga tumbuh dimana-mana. Terlihat bunga
kuning kesukaanku, bunga itu bernama Marygold.
Kemudian Risa bercerita
padaku, ”Apa kau tau
saat paling indah untukku???, saat itu dimana ayah masih bersama
denganku.Didekatnya aku merasa sangat nyaman. Saat didekatnya aku merasa tak
ada lagi hal yang harus aku khawatirkan”.
Aku hanya diam memandang
wajah Risa, air matanya mulai menetes
membasahi pipinya. Hal itu membuatku merasa iba.
Aku ingin sekali
memeluknya dan berkata bahwa, ”Aku ada disini untukmu, aku berjanji akan selalu
bersamamu walau apapun yang terjadi”.
Namun aku tak bisa melakukannya,
karena aku bukan siapa-siapa dia.
Aku bertanya kepada Risa, ”Lalu
apa yang terjadi dengan ayah kamu???”.
Risa menatap langit, sejenak
dia diam lalu berkata, ”1 tahun lalu, keluarga kami hendak pergi bertamasya. Namun
hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang kami naiki terperosok ke dalam jurang,
Ayah yang saat itu sedang mengendarai mobil berusaha melindungi ibu dan juga
aku. Ibu terluka sangat parah, sedangkan ayah, ayah yang berusaha melindungi
kami harus merelakan nyawanya demi keselamatan kami. Hhhh, andaikan peristiwa
itu tak terjadi, sekarang ayah pasti masih ada bersama kami. Ibu merasa shock mengetahui
kalo ayah sudah tiada, dia kehilangan suaranya. Kondisi fisiknya pun jauh
menurun dibandingkan dulu. Kini kami hanya hidup berdua, tanpa ayah yang dulu
selalu melindungi kami”.
Air matapun terlihat
semakin jelas membasahi pipi Risa. Hatiku sungguh merasa iba mendengar cerita dia.
Mungkin hal itu yang selama ini membuat hati Risa sedih. Membuat dia menutup
diri dengan dunia luar. Dalam hati aku berjanji kan selalu ada disisi Risa,
untuk melindungi dia, supaya dia bisa merasakan lagi indahnya hidup didunia
ini. Setelah itu kami pun kembali ke yayasan. Setelah mengantarkan Risa, aku
pulang ke rumahku. Ditengah jalan aku terus memikirkan Risa. Aku ingin membuat
dia terus tersenyum tanpa ada air mata kesedihan yang menetes dari matanya. Semoga aku
bisa melakukannya.
Esok harinya disekolah aku
menceritakan semua tentang Risa pada para sahabatku. Mereka pun merasa iba
mendengar ceritaku.
Setelah mendengar
ceritaku, Deni memberi usulan, ”Bagaimana kalau liburan besok kita ajak Risa ke
puncak gunung, supaya Risa bisa sedikit melupakan tentang masa lalunya itu??? gimana???”.
”Tapi, apa boleh sama ibu
Risa???”tanya Saras.
”Hmm, mungkin boleh, kalo
kita ngomongnya mau Bakti
Sosial, gimana????”jawab
Deni.
”Okeh,..”jawabku.
”Aku sih ngikut aja”jawab
Riri.
Akhirnya kami sepakat
untuk mengajak Risa pergi ke puncak gunung saat liburan Semester 1 tiba.
6 bulan telah berlalu, tes
semester 1 pun dilaksanakan. Kami bersembilan mengerjakan tes sebaik yang bisa
kami kerjakan. Setelah menerima rapor kami berkunjung ke rumah Risa. Terlihat
ibu Risa sedang menunggu Risa pulang. Katanya Risa sedang pergi ke toko buku. Selama
Risa pergi kami membantu ibu Risa mengurus yayasan. Adi, Deni, Bagus, Dimas, dan
aku memotong rumput dan menyapu dihalaman. Sedangkan Rani, Riri, dan Saras
membantu membersihkan bagian dalam yayasan. Hal itu kami lakukan sampai Risa
kembali. Setelah petang Risa pun kembali. Dia kaget melihat kami semua
berkumpul di rumahnya. Dia melangkah masuk menghampiri kami.
”Hai Ris, baru pulang”sapaku
dengan tersenyum.
”Hmm, iya, ada apa ini??? kok
kalian semua ada dirumahku???”tanya Risa dengan bingung.
Lalu kami menjelaskan pada
Risa dan ibunya kalo kami ingin mengajak Risa melakukan Bakti Sosial di puncak
gunung. Ibunya pun setuju dengan ide kami. Lalu keesokkan harinya kami pun
berangkat ke tempat tujuan. Dengan menyewa mobil box kami pun menuju ke sana.
Sesampainya disana kami
langsung mendirikan tenda. Kegiatan Bakti Sosial pun dimulai. Kami memberikan
beberapa karung baju bekas yang telah kami kumpulkan pada warga
sekitar dan membersihkan
daerah sekitar tempat kami mendirikan tenda. Deni dan Saras terlihat sedang
asyik sendiri,..mungkin mereka sedang saling jatuh cinta, pikirku. Kulihat Risa
sedang duduk sendiri menatap pemandangan di bawah. Sesekali ku lihat dia
mencoba mengusap pipinya. Mungkin dia sedang menangis pikirku. Aku mendekati dia
dan mencoba membuat dia tertawa. Ku sapa dia dengan raut muka yang sangat
jelek.
”Hai, Risa, lagi apa??”sapaku.
Tak seperti dulu, kali ini
dia tertawa melihat raut wajahku. Aku bahagia melihat dia tertawa. Hatiku
merasa lega melihat dia ada disampingku. Setelah itu kami semua berfoto. Bagus,
Deni, dan Dimas terlihat sangat narsis. Aku bersebelahan dengan Risa ,dan Saras bersebelahan dengan Rani dan
Riri. Kami semua saling berjajar.
Adi mulai memberi aba-aba,
”Satu, dua, Tiiii”belum selesai aba-aba, Deni menyuruh geser Bagus dan Dimas
sehingga tempat sebelah kananku kosong.
”Lohh, kok dikosongin”tanya
Dimas.
”Ini nanti buat Adi yang
lagi motret
kita”jawab Deni
”Hohhh... ”Dimas menganggukkan
kepala.
”Satu... dua...Tiga...”, akhirnya
Adi memotret
kami.
Malam hari pun tiba, kami
semua berkumpul didekat perapian.
Deni berkata, ”Ada yang
mau bercerita???”.
Adi menatap ke arahku, ”Ada
yang ingin kamu ceritakan???.
Lalu aku pun bercerita,
”Kalian tahu, Bunga Marygold adalah bunga kesukaanku. Semua itu bermula ketika
ayahku memberikan setangkai bunga dihari ulang tahun ibuku. Bunga itu berwarna
kuning. Nama bunga itu sama dengan nama ibuku, yaitu Marygold. Setelah hari itu
aku merasa bahwa bunga Marygold adalah bunga terindah yang pernah kulihat. Namun
seiring berjalannya waktu, aku menemukan sebuah bunga yang sangat indah, bunga
itu terlihat berduri dari luar, namun sangat rapuh jika kita menyentuhnya.Suatu
hari, aku berusaha membuat bunga itu menjadi mekar. Namun apa yang kulakukan
malah membuat bunga itu semakin layu, sesungguhnya aku tak bermaksud membuat
bunga itu semakin rapuh. Aku mencoba memperbaiki semua yang kulakukan. Setiap
hari kusirami bunga itu, berharap dapat tumbuh menjadi bunga yang indah. Aku
berjanji kan merawat bunga itu dengan sepenuh jiwaku. Kan kujaga bunga itu
dengan seluruh ragaku. Aku berjanji, takkan membiarkan bunga itu layu
sedikitpun”.
Risa menatapku dengan
wajah tersenyum. Terlihat air mata berkerlingan dikedua matanya. Sekejap kami
semua terdiam, menatap langit malam yang sungguh indah. Bintang-bintang
menghiasi langit membuat kami lupa akan semua masalah kami. Kami pun terlelap
tidur.
2 bulan berlalu, kami
semua semakin akrab saja. Persahabatan kami sungguh indah.
Suatu hari di kelas, pak
Santo bilang pada kami, ”Sebentar lagi Ujian Akhir Nasional akan segera
dimulai. Pak guru tidak mengharapkan nilai kalian harus bagus. Yang terpenting
dari kalian adalah ketika kalian telah lulus nanti, kalian bisa menjadi orang
yang baik, menjadi orang yang berakhlak mulia, banyak orang yang punya pendidikan
tinggi, namun mereka semua menyalahgunakan apa yang mereka miliki. Jadi
belajarlah yang rajin dan jadilah orang yang baik bagi orang lain”.
Setelah hari itu kami
semua belajar dengan sangat rajin. Berharap setelah lulus nanti kami dapat
meraih apa yang kami impikan.
Suatu hari Deni
menelponku, ”Nji,..nanti malam kita semua kumpul yuk. Mungkin Cuma kali ini aja
kita bisa main bareng lagi. Setelah UAN pasti semua sibuk dengan keperluan
masing-masing”.
”Okeh,..”jawabku.
”Bagus, aku tunggu di
taman yah”sahut Deni.
Lalu malam itu kami semua
berkumpul di taman. Kami semua saling berharap jika suatu saat nanti kami
berpisah, kami dapat bertemu kembali dalam keadaan yang kami masing-masing
impikan.
”Hehh, Den, mana
minumannya??? katanya tadi mau bawa minuman Cola??? mana???” tanya Bagus.
”Hhheee, maaf bro
ketinggalan di rumah Adi. Nunggu Adi lama jadi lupa bro, hhee”jawab Deni.
”Hohh, ya udah biar aku
ambil sebentar”sahutku.
”Ehh, jangan, biar aku aja
okeh, kamu temenin Risa aja. Pasti banyak yang pengin kamu omongin”pinta Adi.
Adi pun pergi mengambil
minuman tersebut. Kami semua saling bercerita. Menatap bintang yang terlihat
gemerlapan. Terlihat dari kejauhan Adi kembali membawa minuman. Tiba-tiba
terdengar suara orang berkelahi. Ketika ku tengok kebelakang ternyata
sekelompok orang telah menyerang Adi. Kami pun berusaha menolong Adi. Namun
terlambat, ketika kami sampai di tempat, Adi sudah tergeletak dengan luka
tusukkan pisau di perutnya. Orang-orang yang menyerang Adi telah kabur.
”Adi...bangun...bangun...”teriakku.
Namun Adi tak menjawab kataku.
Mata Adi terpejam...dan
tak pernah terbuka lagi. Adi telah meninggal.
Kami merasa sangat sedih...sahabat
kami baru saja meninggal dunia. Seandainya tadi malam kami tak berkumpul...mungkin
Adi sekarang masih bersama kami. Namun penyesalan selalu datang di akhir. Takkan
berguna menyesal sekarang. Kami semua bertekad untuk lulus dengan nilai terbaik
demi Adi.
Saat UAN pun tiba...aku berangkat sekolah dengan penuh
kegelisahan. Ketika sampai di sekolah aku bertemu dengan Risa.
”Hai...semoga sukses”Risa
mencoba menyemangatiku.
”Kamu juga
Ris...semangat!!!!”balasku.
Ujian pun dimulai....kami
mengerjakan sebaik yang kami bisa. Lima hari berlalu...hari ini adalah hari
ujian terakhir.Aku merasa gelisah...kali ini bukan karena ujian...tetapi karena
perasaanku yang belum sempat aku katakan pada Risa.Aku berangkat ke sekolah. Sampai
di sekolah aku melihat Risa datang mendekatiku...aku pun berjalan mendekatinya.
Kami berdua berhenti...wajah kami saling menatap satu sama lain.
”Hai...”sapa Risa. ”Hai
juga Ris...”jawabku.
Kami berdua terlihat
gugup.
”Ada yang mauuu...”kata
kami berdua serentak.
”Hohh...kamu dulu Ris...”kataku.
”Hmm...nanti sore aku dan
ibuku mau berkunjung ke desa...mungkin sampai 1 bulan ini kita ga bisa ketemu”kata
Risa.
”Hohh...ya
udah...hati-hati yahh...”kataku.
Tiba-tiba bel ujian
berbunyi. Kami harus segera masuk ke kelas untuk mengikuti ujian. Menit demi
menit berlalu...tiba-tiba Risa berdiri dari tempat duduknya dan maju ke depan. Rupanya
dia sudah selesai dengan ujiannya. Risa berjalan menuju luar kelas. Aku terus
memperhatikan dia. Dari luar kelas Risa menatapku.Dia mencoba menunjukkan
sesuatu padaku. Kulihat dia meletakkan sesuatu di atas tasku. Setelah aku
selesai mengerjakan, aku pun keluar kelas. Ku lihat ada selembar kertas di atas
tasku.
Dikertas itu ada tulisan,
”Mungkin
kita takkan bisa bertemu dalam waktu dekat ini. Namun aku janji akan menemuimu
pada hari pengumuman kelulusan. Aku ingin menyerahkan sebuah buku persahabatan.
Jaga dirimu baik-baik. Sahabatmu Risa”
Begitulah isi tulisan pada
kertas tersebut.
Hari demi hari berlalu, hari
ini adalah hari pengumuman kelulusan. Hatiku berdebar-debar membayangkan hasil
nilaiku.
”Apakah aku lulus???” pertanyaan
yang selalu muncul dibenakku.
Sudah lama aku tak melihat
Risa. Mungkin sudah 1 bulan lebih aku tak melihatnya. Aku merasa sangat
merindukannya. Aku berangkat ke sekolah dengan gelisah.
Sampai di sekolah aku melihat
Dimas, Bagus, Deni, Saras, Rani, dan Riri berkumpul. Aku tak melihat Risa
disana.
Lalu aku menghampiri
mereka, ”Hai,...gimana???kalian lulus ga???.
Mereka hanya diam
menunduk. Melihat sikap mereka aku jadi berpikir yang enggak-enggak. Jangan-jangan
ada yang ga lulus diantara kami.
Namun tiba-tiba mereka
tertawa...lalu mereka berteriak padaku, ”Kita semua LULUS!!!!!!!!”.
Aku merasa lega mendengar
hal itu. Sesuatu yang aku khawatirkan telah terjawab juga. Aku menengok ke
papan pengumuman dan benar kami semua dinyatakan lulus. Nilai kami pun
bagus-bagus. Namun hatiku masih merindukan Risa. Aku mencoba mencarinya di
seluruh pelosok sekolah namun tak juga menemukannya.
”Mungkin dia lupa akan
janjinya”kataku dalam hati.
Deni datang menghampiriku.
”Woyy...lagi ngapain???ke
rumahku yukk...kita pesta disana. Okehh???”Kata Deni.
”Hmm...aku lagi nunggu
Risa Den”jawabku dengan bingung.
”Hohh....ga usah
ditungguin...entar dia juga datang ke sini. Nah sambil nunggu dia datang
mending kita rayain hari kelulusan kita. Okeh???”sahut Deni.
”Hmm...Okehh lahh”jawabku
bimbang.
Di rumah Deni kami semua
berpesta dengan riangnya. Kami makan dan minum sampai kami tak bisa makan dan
minum lagi. Perut kami terasa sangat kenyang. Karena kekenyangan kami pun
tertidur.
Aku terbangun dari
tidurku. Aku kaget karena sudah jam 5 sore. Aku langsung berangkat menuju ke
sekolah. Aku mencari Risa...di halaman sekolah...di kelas-kelas...namun aku tak
juga menemukannya. Mungkin dia sudah lupa dengan janjinya. Hatiku terasa sakit.
Semua rasa yang kusimpan pada Risa belum sempat aku nyatakan. Aku benar-benar
mencintai dia...tapi kenapa dia melupakan janjinya. Hatiku benar-benar sakit. Aku
pun pulang ke rumahku dengan hati yang resah.
Sampai di rumah aku sangat
terkejut. Terlihat banyak orang mengusung barang-barang kami ke atas mobil
truk.
Aku tanya kepada kakakku, ”Kak,ini
ada apa???”.
”Kita mau pindah. Ayah
dipindah tugaskan ke kota lain. Kita harus pindah segera ke sana.”jawab kakakku.
Mengetahui hal itu hatiku
semakin resah, setidaknya aku harus menemui Risa dan mengucapkan selamat
tinggal kepadanya. Aku pun langsung datang ke rumah dia. Kulihat keadaan rumah
Risa sangat sepi. Ku kira Risa pasti belum balik ke rumahnya sejak dia
berpamitan padaku dulu.
Aku menulis sebuah surat
pada dia,
”Risa...mungkin
kita takkan bertemu lagi. Ayahku dipindahtugaskan ke luar kota...jadi aku harus
ikut dengan ayahku. Setidaknya sebelum aku pergi...aku harus mengucapkan salam
perpisahan padamu. Kau tahu...dari awal aku mengenalmu...kau telah mengikat
hatiku. Sikapmu yang tak menghiraukanku membuatku semakin ingin
mengenalmu. Maaf jika dulu aku pernah membuat hatimu terluka...namun semua itu
aku lakukan karena aku ingin lebih dekat denganmu. Risa...aku benar-benar
mencintaimu...Ingat saat kita berdua ada di taman...ketika engkau menceritakan
tentang masa lalumu...hatiku terasa sakit mendengarmu. Melihatmu menangis
membuatku ingin memelukmu....namun semua itu tak bisa kulakukan...karena aku tahu...aku
bukan siapa-siapa bagimu. Dari sahabatmu, Panji”.
Surat itu aku selipkan di
sela-sela pagar rumah Risa.
5 tahun telah berlalu...kini aku telah menjadi
fotografer profesional. Aku memilih pekerjaan ini karena dengan demikian aku
dapat berkeliling dunia. Mulai dari Paris, Inggris, Amerika, Australia sudah
pernah aku datangi. Suatu hari aku mendapat tugas untuk memotret di pedesaan
yang ada puncak gunung. Ketika aku datang ke sana, aku melihat banyak sekali
bunga Marygold. Hal itu mengingatkanku pada kenangan masa SMA ku dulu...saat
dimana aku masih dapat melihat Risa, bercanda tawa dengannya. Aku pun memotret
bunga-bunga Marygold tersebut. Ketika sedang memotret, tiba-tiba datang
seseorang dari belakangku. Dia memegang pundakku dari belakang. Aku pun melihat
ke arahnya...dan betapa terkejutnya aku...ternyata orang tersebut adalah ibunya
Risa. Kemudian beliau mengajakku ke rumahnya yang ada di pedesaan. Aku pun
masuk ke rumahnya. Terlihat sepi suasana di rumah itu. Kemudian kami saling
mengobrol satu sama lain. Aku heran kenapa hanya ibunya yang ada di sini...sedangkan
Risa tak kelihatan dari tadi.
Aku pun bertanya kepada
ibu Risa, ”Ibu...Risa kok ga keliatan??? memangnya dia ke mana bu???”.
Ibu Risa terlihat sedih...dia
terlihat meneteskan air mata, ”Risa...dia sekarang sedang sakit keras...hampir dua
tahun dia sakit. Kata dokter...dia menderita kanker otak”.
Hatiku terasa sakit
mendengar hal itu...orang yang sangat aku cintai ternyata menderita kanker
otak.Aku tahu...jarang sekali orang yang dapat sembuh dari penyakit itu. Namun
aku yakin Risa bisa bertahan melawan penyakit itu.
Aku bertanya, ”Terus...sekarang
Risa ada dimana bu???”.
”Dia ada dikamarnya, sudah
dua tahun dia hanya terbaring lemas diranjangnya. Ibu sedih melihat keadaanya”jawab
ibu Risa.
Lalu aku pun langsung
masuk ke dalam kamar Risa. Ku lihat seorang gadis yang sangat aku cintai
terbaring lemas tak berdaya. Wajahnya pucat...badannya pun kurus. Matanya
terpejam tak bergerak sama sekali. Aku mendekatinya dan duduk disampingnya.
”Risa...”kataku lirih.
Tak ada reaksi dari
tubuhnya.
”Risa...”aku memanggilnya
lagi.
Namun tetap tak ada reaksi
darinya. Aku memegang tanganya...tanganya terasa dingin. Aku takut kalo Risa
sudah tiada. Air mataku menetes jatuh diwajahnya. Mungkin aku sudah terlambat. Tiba-tiba
kurasakan jari tangan Risa bergerak. Aku pun melihat matanya perlahan-lahan
terbuka. Kini Risa mulai sadar. Aku pun langsung memeluk tubuhnya. Aku genggam
tangannya agar dia merasa hangat. Risa terlihat tersenyum padaku. Dia memang
manis...tak ada yang berubah pada senyumannya. Aku putuskan untuk menemani
Risa...setidaknya sampai keadaannya membaik.
Hari demi hari aku lewati
dengannya. Tubuh Risa perlahan membaik. Kini dia mulai dapat berjalan-jalan
denganku. Aku rasa Risa sebentar lagi sembuh. Malam pun tiba...aku duduk
menemani Risa yang sedang berbaring di ranjangnya.
”Nji...”panggil Risa
lirih.
”Ada apa Ris...???”jawabku.
”Bagaimana kabar
teman-teman di sana???”tanya Risa.
”Baik...mereka
sangat-sangat baik...mereka juga merindukanmu Ris...Pokoknya kalo keadaan kamu
sudah lebih baik...kita kunjungi mereka satu per satu. Okehh”jawabku mencoba
menghibur Risa.
Namun...Risa malah
terlihat semakin sedih...kulihat air matanya keluar membasahi wajahnya yang
pucat.
”Risa...ayoo semangat. Jangan
begitu donk...aku yakin kamu pasti sembuh kok.”hiburku.
Risa terdiam sesaat. Matanya
menatap langit yang terlihat dari jendela kamarnya. Risa memang benar-benar
mengikat hatiku. Andaikan aku bisa menggantikan posisi dia sekarang, aku rela
menggantikan dia menanggung penyakit itu. Walaupun aku harus mati, akan kulakukan
untuk melihatnya bahagia. Namun itu semua hanya mimpi.
”Nji...sebenernya aku dapat
bertahan sampai hari ini
karena aku ingin bertemu dengan seseorang. Seseorang yang telah mengisi lubuk
hatiku. Seseorang yang selalu ada disisiku ketika aku sedih. Seseorang yang
selalu menghiburku dikeadaan susah. Aku benar-benar mencintai dia...untuk itu aku
terus bertahan dan bertahan...aku yakin suatu saat nanti aku akan bertemu
dengan dia lagi. Hari ini Tuhan telah mewujudkan keinginanku. Sekarang jika
Tuhan ingin mengambilku aku rela...aku telah bertemu dengannya. Semua rasa
rinduku sudah terbalas. Meski hanya sesaat itu semua sudah cukup untukku”kata
Risa pelan.
”Heyy...jangan berkata
seperti itu. Kau harus sembuh okeh...kau harus sembuh supaya kau dapat
melihatnya bahagia”jawabku mencoba menghibur dia.
”Nji...ada sesuatu yang
ingin aku berikan...”kata Risa hendak bangun dari tempat tidur.
”Risa...kamu tidur aja
yahh...kamu harus istirahat supaya kamu cepet sehat lagi. Okeh”kataku sambil
menahan Risa bangun dari
tempat tidur.
”Tapi nji...”jawab Risa.
”Tidur Risa...”kataku.
Akhirnya Risa pun kembali
berbaring ditempat tidur.
”Nji...jangan pergi dari
sisiku...aku mohon”kata Risa.
”Iya...aku janji aku akan
tetap ada di sini sampai pagi hari...sekarang Risa tidur”jawabku.
Sebenarnya aku ingin
mengatakan isi hatiku padanya. Namun aku pikir akan lebih baik jika
mengatakannya dihari dimana dia sudah sembuh.
Esok hari telah tiba...matahari
terlihat bersinar dari ufuk timur.
”Ris...ayoo bangun, sudah
pagi Ris???”kataku.
Namun Risa hanya diam.
”Ris...ayoo bangun”panggilku.
Namun Risa tetap diam. Ku
pegang tanganya sungguh sangat dingin. Aku takut kalo dia sudah tiada.
”Ris...bangun
Ris...bangun...”teriakku mencoba membangunkan dia.
Namun Risa tak pernah
bangun...dia telah
meninggalkan dunia ini. Rasanya hatiku begitu hancur mengetahui kenyataan ini. Kini
wanita yang aku cintai telah benar-benar pergi meninggalkanku. Aku takkan
pernah bertemu dengannya lagi. Rasanya ini seperti mimpi bagiku. Aku ingin
bangun dari mimpi buruk ini. Namun ini adalah kenyataan bahwa Risa telah tiada.
Hatiku sungguh hancur berkeping-keping.
Dua hari berlalu setelah
pemakaman Risa. Aku pun memutuskan untuk kembali ke kota tempat aku bekerja.
Sebelum aku pergi ibu Risa
memberiku sesuatu, ”Ini adalah barang yang dari dulu Risa ingin berikan pada
nak Panji...namun kini Risa telah tiada...bawalah ini bersamamu nak”.
Barang itu pun aku terima.
Lantas aku pun kembali ke kota tempatku bekerja. Ketika di rumah aku membuka
barang yang diberikan ibu Risa.
”BUKU SAHABAT” begitulah judulnya.
”Untuk Panji Alam Perdana”.
“Pertama aku datang ke kota ini...seseorang telah
mengikat hatiku. Aku datang ke kota ini dengan penuh kesedihan. Namun
kehadiranmu membawa bahagia bagiku. Aku tahu dari awal engkau bukanlah orang
yang jahat...kau ingat saat engkau menolong seorang ibu bertongkat yang
terjatuh di halte bus dulu....dia adalah ibuku. Waktu itu aku sedang membeli
minuman di dekat halte tersebut...ibuku tiba-tiba terjatuh di halte tersebut...lalu
seorang anak laki-laki yang menolong ibuku...dia adalah kau. Engkau memberi
ibuku setangkai bunga Marygold yang tengah kau bawa...kau tahu sampai saat ini
aku masih menyimpan bunga itu. Karenamu aku jadi menyukai bunga Marygold. Kau
ingat saat engkau mencoba meminta maaf padaku??? sejujurnya aku tak pernah
merasa kesal padamu. Dari awal aku telah jatuh hati padamu. Namun aku malu tuk
menunjukkannya. Aku takut kau akan menolakku”.
“Pada hari
pengumuman kelulusan itu aku terus mencarimu...namun aku tak kunjung menemukanmu. Aku pikir kau lupa
akan diriku. Ku cari engkau di taman tempat kita biasa menghabiskan waktu
bersama,namun engkau juga tak disana. Esok hari aku mencoba ke rumahmu, namun
tak ada orang di rumahmu. Kau tak memberitahuku kalau kau akan pindah. Sahabat,
aku sangat merindukanmu. Aku ingin mengucapkan salam perpisahan terakhir
untukmu. Sebenarnya aku pergi ke desa bukan hanya untuk berkunjung, namun aku
pindah ke desa itu. Aku sengaja tak memberitahumu...karena ku tahu engkau pasti
akan sedih. Aku tak mau melihatmu bersedih...kau adalah orang spesial dalam
hidupku. Seandainya kita bisa bersama selamanya...aku akan merasa sangat
bahagia”.
“Sahabat...masa-masa yang kulalui bersamamu adalah
masa-masa paling indah dalam hidupku. Kau ingat saat kita semua berlibur di
puncak...kau bercerita tentang bunga terindah yang pernah kau temui, terima
kasih telah menganggapku menjadi bunga terindah kedua yang engkau temui. Sesungguhnya
engkau telah berhasil merawat bunga itu. Kini bunga itu tumbuh menjadi bunga
yang sangat indah...seindah saat engkau ada disisiku. Terima kasih telah ada
dalam hidupku. Aku takkan pernah bisa melupakanmu”
“Sahabat...aku harap kita dapat berjumpa kembali. Pada
waktu dimana kita telah meraih apa yang kita impikan. Selamat tinggal sahabatku...semoga
Tuhan selalu melindungimu. Sahabatmu, Risa Aulia Novianti”.
TAMAT