SAHABAT



SAHABAT
Pagi ini adalah awal dari tahun ajaran baru, sekilas tak ada yang spesial di hari ini. Aku berangkat seperti biasa ke sekolah. Namun ketika berada di halte bus aku melihat seorang ibu membawa tongkat terjatuh tersenggol orang lain.
”Ibu...ga papa bu???” tanyaku dengan senyum.
Namun ibu tadi tak menjawab, dia malah tersenyum kepadaku.
”Hmm...ku rasa ibu ini bisu” kataku dalam hati.
Kulihat wajahnya sedikit sedih, jadi aku kasih ibu tadi bunga Marygold yang ada di saku bajuku.
”Ini bu buat ibu”kataku.
Tiba-tiba bus datang, lalu aku buru-buru masuk kedalam bus tersebut.
Kulihat dari jendela bus, ibu tadi mau memberiku sesuatu namun aku buru-buru masuk ke dalam bus, ”Hmm...tak apalah”celetukku dalam hati.
”Teng...teng...teng...”tanda jam pelajaran telah dimulai.
”Pagi anak-anak...bagaimana liburan kalian??? pasti menyenangkan bukan???”sapa wali kelas kami bapak Santo.
”Senang abis bapak guru” sahut kami.
Terlihat seorang anak berdiri di depan pintu.
”Baiklah anak-anak...ditahun ajaran baru ini kita kedatangan dua siswa baru, yang pertama bernama Adi Kurniawan, silahkan Adi perkenalkan diri kamu”kata pak Santo.
”Okeh teman-teman, nama saya Adi Kurniawan, saya pindahan dari SMAN 26 Jakarta, salam kenal teman-teman”sapa Adi.
Lalu Adi duduk sebangku denganku.Kulihat dia anaknya pendiam, hal itu bisa ku tebak dari sikap duduknya.
”Baiklah anak-anak, ada satu siswa lagi yang mau bapak kenalkan pada kalian”kata pak Santo dengan raut wajah seperti menunggu seseorang.
Tiba-tiba terdengar suara ketokan pintu, ”tok...tok...tok...Assallamu’alaikum???”.
”Wa’alaikum salam, silahkan masuk”jawab pak Santo.
”Maaf pak, telat”jawab anak tersebut dengan senyum malu.
”Ya udah ga papa, inikan awal kamu pindah ke sini, tapi lain kali jangan diulangi lagi”kata pak Santo.
”Iii...iyaa pak”jawab anak tersebut.
”Ayo sekarang perkenalkan diri kamu ke teman-teman yang lain”perintah pak Santo.
Lalu anak tersebut memperkenalkan diri.
”Nama saya Risa Aulia Novianti, saya pindahan dari SMAN 1 Jakarta”sapa anak tersebut kepada kami.
”Hmm, Risa Aulia Novianti, wahh bener-bener cantik ini anak”celetukku dalam hati.
Paras wajahnya benar-benar menawan, kami para siswa laki-laki benar-benar terpesona melihat dia. Setelah itu Risa duduk bersama Saras. Pelajaran dimulai, hal-hal membosankanpun terus dilontarkan para guru kepada kami, mulai dari integral, medan magnet, sampe sejarah-sejarah dunia. Wahh pokoknya sangat-sangat membosankan. Kulihat Risa sangat tenang ketika mengikuti pelajaran.
”Hmm...mungkin dia orangnya pendiem”celetukku dalam hati.
Jam pelajaran telah selesai, waktunya kami pulang ke rumah. Setelah keluar kelas seperti biasa aku, Deni, Bagus, dan Dimas berkumpul untuk pulang bersama karena memang rumah kami satu arah.
Sambil melangkah keluar gerbang Deni berkata, ”Hehh nji, loe liat cwe baru tdi???cantik yahhh”.
”Hahha kamu suka ma dia Den???”jawabku dengan nada mengejek.
”Hehhh, ga kali. Hehh heehh, loe ngrasa ga, ada yang aneh ma cwe baru tadi???”kata Deni.
”Hmm...ga sih biasa aja. Dia mungkin anaknya pendiem jdi tenang banget kaya gitu”jawabku.
”Halahh, pendiem ya ga begitu amat kali, masa dari awal pelajaran sampe akhir gue liat belum ada satu kata pun yang dia omongin ketemennya.Aneh ga menurut loe???”tanya Deni.
Tak selang lama kami melihat Risa sedang berjalan bersama Saras, Riri, dan Rani. Mungkin mereka hendak pulang bersama.
Melihat itu niat buruk Deni muncul,dia membisikkan kata-kata padakku, ”Hehh nji, tuh cwe tadi, loe liat kan dia sikapnya diem banget, nahh sekarang mending kita godain aja yuk tuh cwe”.
”Hahhaa, okehh, yuk”jawabku dengan tertawa.
Lalu kami berempat mencoba meledek Risa, namun entah kenapa Risa seolah tak menghiraukan kehadiran kami. Semakin kami ledek, kami merasa semakin tak dihiraukan gadis tersebut. Malah dia dengan tenangnya masuk ke dalam bus yang datang. Aku heran dengan gadis tersebut, sepertinya ada yang aneh dengan dia. Mungkin ada sesuatu yang membuat dia bersikap begitu. Sementara itu, Saras, Riri, dan Rani menatap heran ke arah kami, Mungkin mereka heran kenapa kami tiba-tiba meledek Risa, tapi bodoh amat kami berempat langsung naik bus yang berhenti selanjutnya.
Esok haripun tiba, aku berangkat sekolah seperti biasa.Ketika berada di halte bus aku tak melihat ibu yang jatuh kemaren.Lantas aku langsung naik ke dalam bus.Sampai di sekolah aku masuk ke kelas, kulihat Risa sudah duduk dibangkunya. Melihat dia timbul niatku untuk meledeknya lagi.
”Hai Risa”sapaku dengan wajah yang sungguh sangat jelek.
Melihat wajahku teman-teman sekelas tertawa semua, namun entah mengapa Risa hanya diam menunduk di bangkunya. Aku sungguh heran melihat dia. Mengapa dia hanya diam tanpa ekspresi, padahal wajah yang kutampilkan sungguh sangat jelek. Boro-boro tertawa, melirik juga engga. Hmm aku yakin ada yang aneh dengan anak ini. Jam pelajaran pun dimulai, dari belakang kulihat Risa yang sedang menulis dengan tenangnya. Wajahnya yang manis membuatku berangan-angan tentang dirinya. Bagaimana kalau aku jadi cowonya.Menit demi menit terus berlalu, tiba-tiba terdengar bel istirahat.
”Akhirnya istirahat juga”kataku.
Setelah itu kami berempat(Aku, Deni, Bagus, dan Dimas) pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Seperti biasa Deni selalu mengeluarkan gurauan-gurauan yang membuat kami berempat tertawa bersama.Lalu kami pergi ke taman sekolah, lagi dijalan kami melihat Adi sedang duduk sendiri disalah satu bangku taman. Melihat itu kami berempat menyusun rencana untuk mengerjai Adi. Tak selang lama kami pun melancarkan rencana kami. Dari belakang kami mengendap-endap dan menarik bangku tersebut.
Sepintas Adi langsung jatuh dan berteriak, ”Sialannnn, ”
Mendengar teriakkan Adi kami tertawa ria.
”Maaf bro, bukan maksud kita buat loe jatuh bro, tadi kita liat tuh bangku ada kotorannya bro, jadi daripada loe injak tuh kotoran mending kita tarik aja tuh bangku, kita baik kan bro”, ledek Deni.
“Hohh gitu, okeh makasih. Tapi lain kali ga usah ganggu gue lagi okeh”, kata Adi dengan menahan amarah.
”Sabar bro, sabar, mending sekarang loe duduk aja, ni bangku udah gue bersihin”kata Dimas.
Karena merasa kesal Adi pun pergi.
”Hahhaa dia kabur, kasihan kasihan, hahahahaaa”teriak Bagus.
Lalu bel masuk pun berbunyi, mendengar suara itu kami langsung masuk ke dalam kelas. Ku lihat Risa sedang duduk-duduk bersama Saras, Riri, dan Rani. Seperti biasa Risa hanya diam dan diam, sangat jarang kulihat dia berbicara dengan teman-temanya tersebut. Anak itu benar-benar buat aku penasaran.
”Sebenarnya dia kenapa, ada apa dengan dirinya, atau mungkin ada masalah dikeluarganya???”tanyaku dalam hati.
Lalu aku berjalan tenang menuju kursiku. Pelajaran dimulai lagi. Tak selang lama aku merasa sudah bosan. Memang semua pelajaran terasa sangat membosankan bagiku. Selang beberapa lama bel isitirahat kedua berbunyi. Seperti biasa aku, Dimas, Bagus, dan Deni pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Dan seperti biasanya Deni selalu mengeluarkan gurauan-gurauan yang membuat perut kami merasa geli. Karena terlalu banyak tertawa aku yang hendak keluar dari kamar mandi menabrak Jadu, seorang bos geng di sekolahku.Selentak aku langsung kaget.Kali ini aku pasti habis dihajar dia.
Benar saja ketika itu dia langsung menarik kerah leherku dan berkata, ”Loe mau cari gara-gara sama gue hahh???loe mau mati apa hahh???”teriak Jadu ke mukaku.
Dengan perasaan takut aku jawab, ”Maaf...aku ga sengaja”.
Setelah itu aku langsung buru-buru melangkah pergi ke kelas.Belum sempat 4 langkah maju, tiba-tiba ada yang menarikku dari belakang.
”Bukkk... ”suara tinjuan mengenai pipiku.
Sungguh betapa sakitnya pipiku, karena merasa tak terima aku pun membalas pukulan Jadu. Aku pukul dia tepat di pelipis matanya. Jadu pun semakin gila, dia menendangku ke arah tembok dan menghajarku sampai babak belur. Tak hanya itu, setelah berhasil menghajarku dia malah mengeluarkan sebilah pisau dari saku celananya.
”Ya Tuhan, lindungilah hambamu ini ya Tuhan”pintaku dalam hati.
Beruntung ketika Jadu hendak menikamku dengan pisau, tiba-tiba ada yang menendangnya dari belakang. Jadu terpental ke tembok. Kawan-kawan Jadu yang juga anggota gengnya pun langsung menolong bos mereka dan membawanya pergi.
”Te...terima kasih Di, mungkin kalo ga da kamu, aku dah mati ditikam Jadu”kata pertama yang terucap dari mulutku setelah kejadian tersebut.
”Sama-sama, itulah gunanya teman, bukan”, jawab Adi dengan tersenyum.
Setelah itu Aku, Dimas, Bagus, dan Deni bersahabat dengan Adi.
Hari-hari pun berlalu, kami berlima terasa semakin akrab saja. Kemana-mana kami selalu pergi berlima, sungguh terasa indah persahabatan kami.
Suatu hari Deni berkata kepada aku, Dimas, Bagus, dan Adi, ”Kalian tau ga, low sebenernya Risa adalah anak Dirjen bro, makanya dia sombong ke temen-temennya. Mungkin dia ngrasa bahwa dialah anak yang paling spesial diantara siswa sekolah kita”.
”Mungkin aja tuhh, lagian dia jarang banget tuh ngomong sama temen-temennya”sahut Dimas.
”Bener banget”jawab Bagus dan Adi.
Setelah hari itu kami berlima jadi merasa sedikit ga suka dengan Risa yang sangat pendiam itu. Setiap bertemu Risa kami selalu meledek dia, entah di dalam kelas ataupun diluar kelas. Suatu hari kami berlima pulang sekolah naik bus, baru saja naik didalam kami melihat Risa dengan sahabat-sahabatnya(Rani, Saras, dan Riri). Kami berlima pun terus meledek Risa. Seperti biasa Risa hanya diam tanpa ekspresi.
Namun, ketika aku berkata, ”Halahh diam aja, ya paham yang ayahnya seorang Dirjen, hahahahahahhha”.
Risa langsung berdiri dari tempat duduknya dan bergerak ke arahku. Dia menamparku tepat dipipiku. Tamparan kedua berhasil ku tepis dengan tanganku. Ketika itu aku lihat dilengan tangan kanan Risa terdapat luka yang diperban. Aku jadi berpikir kenapa luka itu bisa ada padanya. Apakah orang tuanya menyiksa dia di rumah, ataukah ada orang lain yang berbuat jahat kepadanya. Hmm hal itu terus teriang-iang dalam pikiranku. Sebenarnya dalam hatiku aku sangat menyukai dia, namun karena teman-temanku yang sedikit tak suka ke Risa maka aku juga pura-pura membenci dia.
Setelah hari itu, semua pertanyaan tentang Risa terus ada dalam pikiranku. Suatu hari ketika aku sedang berkumpul dengan Adi, Adi menceritakan sesuatu padaku.
”Hidup adalah sebuah perjalanan. Waktu terus berlalu tanpa kita sadari. Mungkin hidup akan terasa menyenangkan untuk seseorang yang beruntung, tapi kau tau hidup terasa sangat menyakitkan bagi sebagian orang didunia ini. Kau tau, semenjak kecil aku tak punya seorang ibu. Dia meninggal ketika melahirkan aku. Ayahku yang pergi merantau ke luar negeri, tak pernah kembali untuk menjengukku. Aku tinggal bersama nenekku seorang. Kami melalui berbagai masalah bersama. Terkadang kami harus rela tak makan karena tak ada beras untuk kami dimakan. Takkan ada yang bisa mengerti perasaan kami. Penderitaan yang kami alami sungguh sangat menyakitkan hati”.
”Kau, pasti sangat sedih, iya kan???”kataku.
”Hmm, memang kau mengerti perasaanku??? orang yang bisa mengerti perasaan kami hanya orang-orang yang menderita seperti kami. Orang-orang seperti kalian takkan bisa mengerti keadaan kami”jawab Adi.
Mendengar ucapan Adi aku jadi teringat dengan Risa, apakah Risa sekarang sedang menderita??? kenapa lengannya bisa luka seperti itu??? aku jadi merasa bersalah ke dia”kataku dalam hati. Setelah hari itu aku memutuskan untuk mencoba mengikuti Risa kemanapun dia pergi.
Esok hari setelah pulang sekolah aku coba untuk mengikuti Risa pulang, Namun ditengah jalan terjadi tawuran antar pelajar. Aku sungguh panik saat itu. Sesungguhnya aku ingin lari menyelamatkan diri pada saat itu, namun aku terus memikirkan Risa, bagaimana dia jika ku tinggalkan disaat seperti ini. Akhirnya aku memutuskan untuk melindungi Risa. Ditengah-tengah tawuran itu aku memegang tangan Risa dan menariknya menuju tempat yang aman. Namun belum sempat sampai ditempat aman, kaki Risa keseleo, Risa tak bisa berjalan lagi. Hal itu tambah buatku cemas karena tawuran yang semakin menggila saja. Terlihat sekelompok pelajar berlari ke arah kami dari sisi berlawanan. Hal itu buat aku bingung. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluk Risa. Hal itu kulakukan karena kupikir satu-satunya cara melindungi dia adalah dengan menjadikan tubuhku sebagai tameng perlindungannya. Setelah tawuran usai aku melepaskan pelukanku dari tubuh Risa. Terlihat wajah Risa memerah menatap wajahku. Aku sungguh gugup melihatnya. Jantungku berdetak keras melihat wajahnya itu. Setelah itu aku mengantarkan Risa meski tak sampai di depan rumahnya. Ditengah jalan Risa sama sekali tak berkata apapun padaku. Aku berpikir mungkin dia marah karena aku telah memeluknya tiba-tiba.
Keesokkan harinya aku menceritakan semua itu ke para sahabatku dan sahabat Risa. Mereka terkejut mendengar ceritaku itu.
”Hahh, berpelukkan??? kok bisa???”teriak mereka dengan kaget.
”Iiii, iya, soalnya aku ngrasa satu-satunya cara nglindungin dia adalah dengan meluk dia” kataku dikit nyesel.
”Wahh, loe gila apa, main peluk-peluk aja, gila loe”ucap Saras.
”Iya maaf, orang kemaren lagi bener-bener kepepet soalnya”jawabku.
”Trus sekarang Risa gimana??? marah ga sama loe???”tanya Deni.
”Ya begitulah, sampe sekarang dia ga mau bicara ke aku, mungkin dia bener-bener marah ke aku”jawabku.
”Okeh okeh, kita semua akan bantu loe baikan ma Risa, iya ga temen-temen???”kata Deni.
”Okeh aja”sahut Saras.
”Klo gue ngikut aja lah”kata Rani.
”Iya, gue jga mau bantu”kata Riri.
Akhirnya mereka bertujuh sepakat bantu aku meminta maaf pada Risa.
Satu hari berikutnya akupun mengikuti Risa pulang. Namun kali ini jalan yang Risa ambil berbeda dengan jalan yang pernah aku lihat dulu.
”Hmm mau kemana dia”kataku dalam hati.
Setelah beberapa lama Risa berhenti disebuah rumah yayasan. Kulihat dia membantu seorang wanita yang sedang duduk memegang tongkat. Didepan wanita itu banyak anak-anak berkumpul, entah sedang apa mereka.Beberapa saat kemudian terlihat Risa keluar dari rumah itu dan pergi ke sampingnya. Kulihat dia sedang mencoba memperbaiki bagian atap rumah yang sudah roboh. Tangannya memegang palu dan gergaji. Ku lihat dia sangat kelelahan. Wajah manisnya kini bercampur dengan keringat dingin yang keluar perlahan dari tubuhnya. Aku ingin membantu dia, namun aku takut kehadiranku cuma membuat dia merasa tak nyaman. Kuputuskan untuk melihatnya dari jauh saja. Keesokkan harinya aku juga mengikuti Risa pulang. Kulihat Risa mengambil jalan yang kemaren. Aku tahu dia mungkin akan pergi ke rumah yayasan kemaren. Setelah sampai di rumah yayasan tersebut, terlihat Risa sedang membantu wanita kemaren.
Dalam hati ku berkata, ”Ku kira kau dingin terhadap orang lain, ku kira kau hanya mementingkan dirimu sendiri, ternyata aku salah mengiramu. Engkau sungguh hangat dari dalam. Membantu orang lain meski tubuhmu harus terluka”.
Karena merasa bersalah ku putuskan untuk mendekati Risa.
”Ris, ”panggilku dengan malu.
Namun Risa tak menjawab panggilanku. Dia seperti tak menghiraukan kehadiranku.
”Ris, kamu marah yahh sama aku”ku coba mengajaknya bicara.
Namun Risa tetap diam tanpa suara.
Ku coba untuk meminta maaf pada Risa, ”Ris, sebenernya dari kemaren maksud aku meledek kamu Cuma mau buat kamu ketawa. Aku ga bermaksud melukai perasaan kamu. Aku Cuma mau hibur kamu supaya kamu ga pendiem lagi. Kamu mau kan maafin aku???”.
Risa pun tetap diam. Dia berjalan menjauh dariku.
”Ris, kamu mau kan maafin aku???”teriakku agak keras.
Namun Risa tetap berjalan meninggalkanku seakan tak menganggap kehadiranku.
”Ris, Maafin aku???”teriakku semakin keras.
Dari jauh kulihat Risa berhenti berjalan. Dia memalingkan wajahnya ke arahku. Kemudian dia tersenyum manis padaku. Jantungku berdetak kencang melihat senyuman Risa. Aku rasa Risa sudah memaafkan diriku. Setelah itu aku mengikuti Risa ke manapun dia pergi. Membantu semua pekerjaan yang biasa Risa lakukan di rumah yayasan tersebut. Hari pun semakin petang. Aku sungguh merasa lelah membantu pekerjaan yayasan. Kulihat Risa masih menyapu di depan rumah yayasan. Aku dekati dia.
”Ris, sebenernya kamu sedang apa disini???”tanyaku.
Seperti biasa Risa hanya diam tak menghiraukanku. Karena melihat Risa yang kecapean aku putuskan untuk menggantikannya menyapu.
”Ris, sini biar aku aja yang nyapu, kamu sekarang istirahat aja. Okehh”kataku.
Kemudian Risa masuk ke dalam rumah yayasan. Tak selang lama Risa kembali keluar membawa minuman.
”Nji, ini minum dulu”kata Risa dengan senyum khasnya.
Dalam hati ku berkata, ”Akhirnya Risa mau juga bicara dengan aku, meski cuma sedikit tapi bagus lah”.
Kemudian seorang wanita keluar dari rumah yayasan tersebut. Dia duduk dikursi depan teras.
Kemudian Risa memanggilku, ”Nji,..ada yang mau aku kenalin ke kamu, sini”.
Aku pun mengikuti Risa.
”Kenalkan, ini ibuku”kata Risa.
”Per, permisi bu, nama saya Panji Alam Perdana. Saya teman satu kelas Risa bu”sapaku dengan sopan.
Aku merasa pernah melihat ibu ini, tapi aku lupa kapan aku melihat beliau. Petang itu aku makan malam bersama Risa dan ibunya. Suasana makan malam sungguh hangat. Kulihat raut wajah Risa sangat menikmati suasana tersebut.
”Risa terlihat semakin cantik saja”kataku dalam hati.
Setelah itu aku pulang ke rumah. Dari jauh ku lihat Risa berdiri menatap langit sendirian.
”Pasti dia sedang membayangkan sesuatu”pikirku.
Hari-hari berikutnya aku juga membantu Risa di yayasan. Hubungan kami perlahan terasa semakin akrab saja. Risa sekarang sudah mau bicara padaku, bahkan terkadang dia tersenyum padaku. Senyumannya begitu manis, membuat Jantungku berdetak dengan keras. Suatu hari Risa mengajakku ke taman dekat yayasan.
”Ris, kita mau apa ke sini???”tanyaku.
”Hmm, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu”kata Risa menarik tanganku.
Tak selang lama ku lihat pemandangan yang begitu indah.Banyak bunga tumbuh dimana-mana. Terlihat bunga kuning kesukaanku, bunga itu bernama Marygold.
Kemudian Risa bercerita padaku, ”Apa kau tau saat paling indah untukku???, saat itu dimana ayah masih bersama denganku.Didekatnya aku merasa sangat nyaman. Saat didekatnya aku merasa tak ada lagi hal yang harus aku khawatirkan”.
Aku hanya diam memandang wajah Risa, air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Hal itu membuatku merasa iba.
Aku ingin sekali memeluknya dan berkata bahwa, ”Aku ada disini untukmu, aku berjanji akan selalu bersamamu walau apapun yang terjadi”.
Namun aku tak bisa melakukannya, karena aku bukan siapa-siapa dia.
Aku bertanya kepada Risa, ”Lalu apa yang terjadi dengan ayah kamu???”.
Risa menatap langit, sejenak dia diam lalu berkata, ”1 tahun lalu, keluarga kami hendak pergi bertamasya. Namun hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang kami naiki terperosok ke dalam jurang, Ayah yang saat itu sedang mengendarai mobil berusaha melindungi ibu dan juga aku. Ibu terluka sangat parah, sedangkan ayah, ayah yang berusaha melindungi kami harus merelakan nyawanya demi keselamatan kami. Hhhh, andaikan peristiwa itu tak terjadi, sekarang ayah pasti masih ada bersama kami. Ibu merasa shock mengetahui kalo ayah sudah tiada, dia kehilangan suaranya. Kondisi fisiknya pun jauh menurun dibandingkan dulu. Kini kami hanya hidup berdua, tanpa ayah yang dulu selalu melindungi kami”.
Air matapun terlihat semakin jelas membasahi pipi Risa. Hatiku sungguh merasa iba mendengar cerita dia. Mungkin hal itu yang selama ini membuat hati Risa sedih. Membuat dia menutup diri dengan dunia luar. Dalam hati aku berjanji kan selalu ada disisi Risa, untuk melindungi dia, supaya dia bisa merasakan lagi indahnya hidup didunia ini. Setelah itu kami pun kembali ke yayasan. Setelah mengantarkan Risa, aku pulang ke rumahku. Ditengah jalan aku terus memikirkan Risa. Aku ingin membuat dia terus tersenyum tanpa ada air mata kesedihan yang menetes dari matanya. Semoga aku bisa melakukannya.
Esok harinya disekolah aku menceritakan semua tentang Risa pada para sahabatku. Mereka pun merasa iba mendengar ceritaku.
Setelah mendengar ceritaku, Deni memberi usulan, ”Bagaimana kalau liburan besok kita ajak Risa ke puncak gunung, supaya Risa bisa sedikit melupakan tentang masa lalunya itu??? gimana???”.
”Tapi, apa boleh sama ibu Risa???”tanya Saras.
”Hmm, mungkin boleh, kalo kita ngomongnya mau Bakti Sosial, gimana????”jawab Deni.
”Okeh,..”jawabku.
”Aku sih ngikut aja”jawab Riri.
Akhirnya kami sepakat untuk mengajak Risa pergi ke puncak gunung saat liburan Semester 1 tiba.
6 bulan telah berlalu, tes semester 1 pun dilaksanakan. Kami bersembilan mengerjakan tes sebaik yang bisa kami kerjakan. Setelah menerima rapor kami berkunjung ke rumah Risa. Terlihat ibu Risa sedang menunggu Risa pulang. Katanya Risa sedang pergi ke toko buku. Selama Risa pergi kami membantu ibu Risa mengurus yayasan. Adi, Deni, Bagus, Dimas, dan aku memotong rumput dan menyapu dihalaman. Sedangkan Rani, Riri, dan Saras membantu membersihkan bagian dalam yayasan. Hal itu kami lakukan sampai Risa kembali. Setelah petang Risa pun kembali. Dia kaget melihat kami semua berkumpul di rumahnya. Dia melangkah masuk menghampiri kami.
”Hai Ris, baru pulang”sapaku dengan tersenyum.
”Hmm, iya, ada apa ini??? kok kalian semua ada dirumahku???”tanya Risa dengan bingung.
Lalu kami menjelaskan pada Risa dan ibunya kalo kami ingin mengajak Risa melakukan Bakti Sosial di puncak gunung. Ibunya pun setuju dengan ide kami. Lalu keesokkan harinya kami pun berangkat ke tempat tujuan. Dengan menyewa mobil box kami pun menuju ke sana.
Sesampainya disana kami langsung mendirikan tenda. Kegiatan Bakti Sosial pun dimulai. Kami memberikan beberapa karung baju bekas yang telah kami kumpulkan pada warga sekitar dan membersihkan daerah sekitar tempat kami mendirikan tenda. Deni dan Saras terlihat sedang asyik sendiri,..mungkin mereka sedang saling jatuh cinta, pikirku. Kulihat Risa sedang duduk sendiri menatap pemandangan di bawah. Sesekali ku lihat dia mencoba mengusap pipinya. Mungkin dia sedang menangis pikirku. Aku mendekati dia dan mencoba membuat dia tertawa. Ku sapa dia dengan raut muka yang sangat jelek.
”Hai, Risa, lagi apa??”sapaku.
Tak seperti dulu, kali ini dia tertawa melihat raut wajahku. Aku bahagia melihat dia tertawa. Hatiku merasa lega melihat dia ada disampingku. Setelah itu kami semua berfoto. Bagus, Deni, dan Dimas terlihat sangat narsis. Aku bersebelahan dengan Risa ,dan Saras bersebelahan dengan Rani dan Riri. Kami semua saling berjajar.
Adi mulai memberi aba-aba, ”Satu, dua, Tiiii”belum selesai aba-aba, Deni menyuruh geser Bagus dan Dimas sehingga tempat sebelah kananku kosong.
”Lohh, kok dikosongin”tanya Dimas.
”Ini nanti buat Adi yang lagi motret kita”jawab Deni
”Hohhh... ”Dimas menganggukkan kepala.
”Satu... dua...Tiga...”, akhirnya Adi memotret kami.
Malam hari pun tiba, kami semua berkumpul didekat perapian.
Deni berkata, ”Ada yang mau bercerita???”.
Adi menatap ke arahku, ”Ada yang ingin kamu ceritakan???.
Lalu aku pun bercerita, ”Kalian tahu, Bunga Marygold adalah bunga kesukaanku. Semua itu bermula ketika ayahku memberikan setangkai bunga dihari ulang tahun ibuku. Bunga itu berwarna kuning. Nama bunga itu sama dengan nama ibuku, yaitu Marygold. Setelah hari itu aku merasa bahwa bunga Marygold adalah bunga terindah yang pernah kulihat. Namun seiring berjalannya waktu, aku menemukan sebuah bunga yang sangat indah, bunga itu terlihat berduri dari luar, namun sangat rapuh jika kita menyentuhnya.Suatu hari, aku berusaha membuat bunga itu menjadi mekar. Namun apa yang kulakukan malah membuat bunga itu semakin layu, sesungguhnya aku tak bermaksud membuat bunga itu semakin rapuh. Aku mencoba memperbaiki semua yang kulakukan. Setiap hari kusirami bunga itu, berharap dapat tumbuh menjadi bunga yang indah. Aku berjanji kan merawat bunga itu dengan sepenuh jiwaku. Kan kujaga bunga itu dengan seluruh ragaku. Aku berjanji, takkan membiarkan bunga itu layu sedikitpun”.
Risa menatapku dengan wajah tersenyum. Terlihat air mata berkerlingan dikedua matanya. Sekejap kami semua terdiam, menatap langit malam yang sungguh indah. Bintang-bintang menghiasi langit membuat kami lupa akan semua masalah kami. Kami pun terlelap tidur.
2 bulan berlalu, kami semua semakin akrab saja. Persahabatan kami sungguh indah.
Suatu hari di kelas, pak Santo bilang pada kami, ”Sebentar lagi Ujian Akhir Nasional akan segera dimulai. Pak guru tidak mengharapkan nilai kalian harus bagus. Yang terpenting dari kalian adalah ketika kalian telah lulus nanti, kalian bisa menjadi orang yang baik, menjadi orang yang berakhlak mulia, banyak orang yang punya pendidikan tinggi, namun mereka semua menyalahgunakan apa yang mereka miliki. Jadi belajarlah yang rajin dan jadilah orang yang baik bagi orang lain”.
Setelah hari itu kami semua belajar dengan sangat rajin. Berharap setelah lulus nanti kami dapat meraih apa yang kami  impikan.
Suatu hari Deni menelponku, ”Nji,..nanti malam kita semua kumpul yuk. Mungkin Cuma kali ini aja kita bisa main bareng lagi. Setelah UAN pasti semua sibuk dengan keperluan masing-masing”.
”Okeh,..”jawabku.
”Bagus, aku tunggu di taman yah”sahut Deni.
Lalu malam itu kami semua berkumpul di taman. Kami semua saling berharap jika suatu saat nanti kami berpisah, kami dapat bertemu kembali dalam keadaan yang kami masing-masing impikan.
”Hehh, Den, mana minumannya??? katanya tadi mau bawa minuman Cola??? mana???” tanya Bagus.
”Hhheee, maaf bro ketinggalan di rumah Adi. Nunggu Adi lama jadi lupa bro, hhee”jawab Deni.
”Hohh, ya udah biar aku ambil sebentar”sahutku.
”Ehh, jangan, biar aku aja okeh, kamu temenin Risa aja. Pasti banyak yang pengin kamu omongin”pinta Adi.
Adi pun pergi mengambil minuman tersebut. Kami semua saling bercerita. Menatap bintang yang terlihat gemerlapan. Terlihat dari kejauhan Adi kembali membawa minuman. Tiba-tiba terdengar suara orang berkelahi. Ketika ku tengok kebelakang ternyata sekelompok orang telah menyerang Adi. Kami pun berusaha menolong Adi. Namun terlambat, ketika kami sampai di tempat, Adi sudah tergeletak dengan luka tusukkan pisau di perutnya. Orang-orang yang menyerang Adi telah kabur.
”Adi...bangun...bangun...”teriakku. Namun Adi tak menjawab kataku.
Mata Adi terpejam...dan tak pernah terbuka lagi. Adi telah meninggal.
Kami merasa sangat sedih...sahabat kami baru saja meninggal dunia. Seandainya tadi malam kami tak berkumpul...mungkin Adi sekarang masih bersama kami. Namun penyesalan selalu datang di akhir. Takkan berguna menyesal sekarang. Kami semua bertekad untuk lulus dengan nilai terbaik demi Adi.
Saat UAN pun  tiba...aku berangkat sekolah dengan penuh kegelisahan. Ketika sampai di sekolah aku bertemu dengan Risa.
”Hai...semoga sukses”Risa mencoba menyemangatiku.
”Kamu juga Ris...semangat!!!!”balasku.
Ujian pun dimulai....kami mengerjakan sebaik yang kami bisa. Lima hari berlalu...hari ini adalah hari ujian terakhir.Aku merasa gelisah...kali ini bukan karena ujian...tetapi karena perasaanku yang belum sempat aku katakan pada Risa.Aku berangkat ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat Risa datang mendekatiku...aku pun berjalan mendekatinya. Kami berdua berhenti...wajah kami saling menatap satu sama lain.
”Hai...”sapa Risa. ”Hai juga Ris...”jawabku.
Kami berdua terlihat gugup.
”Ada yang mauuu...”kata kami berdua serentak.
”Hohh...kamu dulu Ris...”kataku.
”Hmm...nanti sore aku dan ibuku mau berkunjung ke desa...mungkin sampai 1 bulan ini kita ga bisa ketemu”kata Risa.
”Hohh...ya udah...hati-hati yahh...”kataku.
Tiba-tiba bel ujian berbunyi. Kami harus segera masuk ke kelas untuk mengikuti ujian. Menit demi menit berlalu...tiba-tiba Risa berdiri dari tempat duduknya dan maju ke depan. Rupanya dia sudah selesai dengan ujiannya. Risa berjalan menuju luar kelas. Aku terus memperhatikan dia. Dari luar kelas Risa menatapku.Dia mencoba menunjukkan sesuatu padaku. Kulihat dia meletakkan sesuatu di atas tasku. Setelah aku selesai mengerjakan, aku pun keluar kelas. Ku lihat ada selembar kertas di atas tasku.
Dikertas itu ada tulisan,
”Mungkin kita takkan bisa bertemu dalam waktu dekat ini. Namun aku janji akan menemuimu pada hari pengumuman kelulusan. Aku ingin menyerahkan sebuah buku persahabatan. Jaga dirimu baik-baik. Sahabatmu Risa”
Begitulah isi tulisan pada kertas tersebut.
Hari demi hari berlalu, hari ini adalah hari pengumuman kelulusan. Hatiku berdebar-debar membayangkan hasil nilaiku.
”Apakah aku lulus???” pertanyaan yang selalu muncul dibenakku.
Sudah lama aku tak melihat Risa. Mungkin sudah 1 bulan lebih aku tak melihatnya. Aku merasa sangat merindukannya. Aku berangkat ke sekolah dengan gelisah.
Sampai di sekolah aku melihat Dimas, Bagus, Deni, Saras, Rani, dan Riri berkumpul. Aku tak melihat Risa disana.
Lalu aku menghampiri mereka, ”Hai,...gimana???kalian lulus ga???.
Mereka hanya diam menunduk. Melihat sikap mereka aku jadi berpikir yang enggak-enggak. Jangan-jangan ada yang ga lulus diantara kami.
Namun tiba-tiba mereka tertawa...lalu mereka berteriak padaku, ”Kita semua LULUS!!!!!!!!”.
Aku merasa lega mendengar hal itu. Sesuatu yang aku khawatirkan telah terjawab juga. Aku menengok ke papan pengumuman dan benar kami semua dinyatakan lulus. Nilai kami pun bagus-bagus. Namun hatiku masih merindukan Risa. Aku mencoba mencarinya di seluruh pelosok sekolah namun tak juga menemukannya.
”Mungkin dia lupa akan janjinya”kataku dalam hati.
Deni datang menghampiriku.
”Woyy...lagi ngapain???ke rumahku yukk...kita pesta disana. Okehh???”Kata Deni.
”Hmm...aku lagi nunggu Risa Den”jawabku dengan bingung.
”Hohh....ga usah ditungguin...entar dia juga datang ke sini. Nah sambil nunggu dia datang mending kita rayain hari kelulusan kita. Okeh???”sahut Deni.
”Hmm...Okehh lahh”jawabku bimbang.
Di rumah Deni kami semua berpesta dengan riangnya. Kami makan dan minum sampai kami tak bisa makan dan minum lagi. Perut kami terasa sangat kenyang. Karena kekenyangan kami pun tertidur.
Aku terbangun dari tidurku. Aku kaget karena sudah jam 5 sore. Aku langsung berangkat menuju ke sekolah. Aku mencari Risa...di halaman sekolah...di kelas-kelas...namun aku tak juga menemukannya. Mungkin dia sudah lupa dengan janjinya. Hatiku terasa sakit. Semua rasa yang kusimpan pada Risa belum sempat aku nyatakan. Aku benar-benar mencintai dia...tapi kenapa dia melupakan janjinya. Hatiku benar-benar sakit. Aku pun pulang ke rumahku dengan hati yang resah.
Sampai di rumah aku sangat terkejut. Terlihat banyak orang mengusung barang-barang kami ke atas mobil truk.
Aku tanya kepada kakakku, ”Kak,ini ada apa???”.
”Kita mau pindah. Ayah dipindah tugaskan ke kota lain. Kita harus pindah segera ke sana.”jawab kakakku.
Mengetahui hal itu hatiku semakin resah, setidaknya aku harus menemui Risa dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Aku pun langsung datang ke rumah dia. Kulihat keadaan rumah Risa sangat sepi. Ku kira Risa pasti belum balik ke rumahnya sejak dia berpamitan padaku dulu.
Aku menulis sebuah surat pada dia,
”Risa...mungkin kita takkan bertemu lagi. Ayahku dipindahtugaskan ke luar kota...jadi aku harus ikut dengan ayahku. Setidaknya sebelum aku pergi...aku harus mengucapkan salam perpisahan padamu. Kau tahu...dari awal aku mengenalmu...kau telah mengikat hatiku. Sikapmu yang tak menghiraukanku membuatku semakin ingin mengenalmu. Maaf jika dulu aku pernah membuat hatimu terluka...namun semua itu aku lakukan karena aku ingin lebih dekat denganmu. Risa...aku benar-benar mencintaimu...Ingat saat kita berdua ada di taman...ketika engkau menceritakan tentang masa lalumu...hatiku terasa sakit mendengarmu. Melihatmu menangis membuatku ingin memelukmu....namun semua itu tak bisa kulakukan...karena aku tahu...aku bukan siapa-siapa bagimu. Dari sahabatmu, Panji”.
Surat itu aku selipkan di sela-sela pagar rumah Risa.
5 tahun  telah berlalu...kini aku telah menjadi fotografer profesional. Aku memilih pekerjaan ini karena dengan demikian aku dapat berkeliling dunia. Mulai dari Paris, Inggris, Amerika, Australia sudah pernah aku datangi. Suatu hari aku mendapat tugas untuk memotret di pedesaan yang ada puncak gunung. Ketika aku datang ke sana, aku melihat banyak sekali bunga Marygold. Hal itu mengingatkanku pada kenangan masa SMA ku dulu...saat dimana aku masih dapat melihat Risa, bercanda tawa dengannya. Aku pun memotret bunga-bunga Marygold tersebut. Ketika sedang memotret, tiba-tiba datang seseorang dari belakangku. Dia memegang pundakku dari belakang. Aku pun melihat ke arahnya...dan betapa terkejutnya aku...ternyata orang tersebut adalah ibunya Risa. Kemudian beliau mengajakku ke rumahnya yang ada di pedesaan. Aku pun masuk ke rumahnya. Terlihat sepi suasana di rumah itu. Kemudian kami saling mengobrol satu sama lain. Aku heran kenapa hanya ibunya yang ada di sini...sedangkan Risa tak kelihatan dari tadi.
Aku pun bertanya kepada ibu Risa, ”Ibu...Risa kok ga keliatan??? memangnya dia ke mana bu???”.
Ibu Risa terlihat sedih...dia terlihat meneteskan air mata, ”Risa...dia sekarang sedang sakit keras...hampir dua tahun dia sakit. Kata dokter...dia menderita kanker otak”.
Hatiku terasa sakit mendengar hal itu...orang yang sangat aku cintai ternyata menderita kanker otak.Aku tahu...jarang sekali orang yang dapat sembuh dari penyakit itu. Namun aku yakin Risa bisa bertahan melawan penyakit itu.
Aku bertanya, ”Terus...sekarang Risa ada dimana bu???”.
”Dia ada dikamarnya, sudah dua tahun dia hanya terbaring lemas diranjangnya. Ibu sedih melihat keadaanya”jawab ibu Risa.
Lalu aku pun langsung masuk ke dalam kamar Risa. Ku lihat seorang gadis yang sangat aku cintai terbaring lemas tak berdaya. Wajahnya pucat...badannya pun kurus. Matanya terpejam tak bergerak sama sekali. Aku mendekatinya dan duduk disampingnya.
”Risa...”kataku lirih.
Tak ada reaksi dari tubuhnya.
”Risa...”aku memanggilnya lagi.
Namun tetap tak ada reaksi darinya. Aku memegang tanganya...tanganya terasa dingin. Aku takut kalo Risa sudah tiada. Air mataku menetes jatuh diwajahnya. Mungkin aku sudah terlambat. Tiba-tiba kurasakan jari tangan Risa bergerak. Aku pun melihat matanya perlahan-lahan terbuka. Kini Risa mulai sadar. Aku pun langsung memeluk tubuhnya. Aku genggam tangannya agar dia merasa hangat. Risa terlihat tersenyum padaku. Dia memang manis...tak ada yang berubah pada senyumannya. Aku putuskan untuk menemani Risa...setidaknya sampai keadaannya membaik.
Hari demi hari aku lewati dengannya. Tubuh Risa perlahan membaik. Kini dia mulai dapat berjalan-jalan denganku. Aku rasa Risa sebentar lagi sembuh. Malam pun tiba...aku duduk menemani Risa yang sedang berbaring di ranjangnya.
”Nji...”panggil Risa lirih.
”Ada apa Ris...???”jawabku.
”Bagaimana kabar teman-teman di sana???”tanya Risa.
”Baik...mereka sangat-sangat baik...mereka juga merindukanmu Ris...Pokoknya kalo keadaan kamu sudah lebih baik...kita kunjungi mereka satu per satu. Okehh”jawabku mencoba menghibur Risa.
Namun...Risa malah terlihat semakin sedih...kulihat air matanya keluar membasahi wajahnya yang pucat.
”Risa...ayoo semangat. Jangan begitu donk...aku yakin kamu pasti sembuh kok.”hiburku.
Risa terdiam sesaat. Matanya menatap langit yang terlihat dari jendela kamarnya. Risa memang benar-benar mengikat hatiku. Andaikan aku bisa menggantikan posisi dia sekarang, aku rela menggantikan dia menanggung penyakit itu. Walaupun aku harus mati, akan kulakukan untuk melihatnya bahagia. Namun itu semua hanya mimpi.
”Nji...sebenernya aku dapat bertahan sampai hari ini karena aku ingin bertemu dengan seseorang. Seseorang yang telah mengisi lubuk hatiku. Seseorang yang selalu ada disisiku ketika aku sedih. Seseorang yang selalu menghiburku dikeadaan susah. Aku benar-benar mencintai dia...untuk itu aku terus bertahan dan bertahan...aku yakin suatu saat nanti aku akan bertemu dengan dia lagi. Hari ini Tuhan telah mewujudkan keinginanku. Sekarang jika Tuhan ingin mengambilku aku rela...aku telah bertemu dengannya. Semua rasa rinduku sudah terbalas. Meski hanya sesaat itu semua sudah cukup untukku”kata Risa pelan.
”Heyy...jangan berkata seperti itu. Kau harus sembuh okeh...kau harus sembuh supaya kau dapat melihatnya bahagia”jawabku mencoba menghibur dia.
”Nji...ada sesuatu yang ingin aku berikan...”kata Risa hendak bangun dari tempat tidur.
”Risa...kamu tidur aja yahh...kamu harus istirahat supaya kamu cepet sehat lagi. Okeh”kataku sambil menahan Risa bangun dari tempat tidur.
”Tapi nji...”jawab Risa.
”Tidur Risa...”kataku.
Akhirnya Risa pun kembali berbaring ditempat tidur.
”Nji...jangan pergi dari sisiku...aku mohon”kata Risa.
”Iya...aku janji aku akan tetap ada di sini sampai pagi hari...sekarang Risa tidur”jawabku.
Sebenarnya aku ingin mengatakan isi hatiku padanya. Namun aku pikir akan lebih baik jika mengatakannya dihari dimana dia sudah sembuh.
Esok hari telah tiba...matahari terlihat bersinar dari ufuk timur.
”Ris...ayoo bangun, sudah pagi Ris???”kataku.
Namun Risa hanya diam.
”Ris...ayoo bangun”panggilku.
Namun Risa tetap diam. Ku pegang tanganya sungguh sangat dingin. Aku takut kalo dia sudah tiada.
”Ris...bangun Ris...bangun...”teriakku mencoba membangunkan dia.
Namun Risa tak pernah bangun...dia telah meninggalkan dunia ini. Rasanya hatiku begitu hancur mengetahui kenyataan ini. Kini wanita yang aku cintai telah benar-benar pergi meninggalkanku. Aku takkan pernah bertemu dengannya lagi. Rasanya ini seperti mimpi bagiku. Aku ingin bangun dari mimpi buruk ini. Namun ini adalah kenyataan bahwa Risa telah tiada. Hatiku sungguh hancur berkeping-keping.
Dua hari berlalu setelah pemakaman Risa. Aku pun memutuskan untuk kembali ke kota tempat aku bekerja.
Sebelum aku pergi ibu Risa memberiku sesuatu, ”Ini adalah barang yang dari dulu Risa ingin berikan pada nak Panji...namun kini Risa telah tiada...bawalah ini bersamamu nak”.
Barang itu pun aku terima. Lantas aku pun kembali ke kota tempatku bekerja. Ketika di rumah aku membuka barang yang diberikan ibu Risa.
 BUKU SAHABATbegitulah judulnya.
Untuk Panji Alam Perdana”.
Pertama aku datang ke kota ini...seseorang telah mengikat hatiku. Aku datang ke kota ini dengan penuh kesedihan. Namun kehadiranmu membawa bahagia bagiku. Aku tahu dari awal engkau bukanlah orang yang jahat...kau ingat saat engkau menolong seorang ibu bertongkat yang terjatuh di halte bus dulu....dia adalah ibuku. Waktu itu aku sedang membeli minuman di dekat halte tersebut...ibuku tiba-tiba terjatuh di halte tersebut...lalu seorang anak laki-laki yang menolong ibuku...dia adalah kau. Engkau memberi ibuku setangkai bunga Marygold yang tengah kau bawa...kau tahu sampai saat ini aku masih menyimpan bunga itu. Karenamu aku jadi menyukai bunga Marygold. Kau ingat saat engkau mencoba meminta maaf padaku??? sejujurnya aku tak pernah merasa kesal padamu. Dari awal aku telah jatuh hati padamu. Namun aku malu tuk menunjukkannya. Aku takut kau akan menolakku”.
“Pada hari pengumuman kelulusan itu aku terus mencarimu...namun aku tak kunjung  menemukanmu. Aku pikir kau lupa akan diriku. Ku cari engkau di taman tempat kita biasa menghabiskan waktu bersama,namun engkau juga tak disana. Esok hari aku mencoba ke rumahmu, namun tak ada orang di rumahmu. Kau tak memberitahuku kalau kau akan pindah. Sahabat, aku sangat merindukanmu. Aku ingin mengucapkan salam perpisahan terakhir untukmu. Sebenarnya aku pergi ke desa bukan hanya untuk berkunjung, namun aku pindah ke desa itu. Aku sengaja tak memberitahumu...karena ku tahu engkau pasti akan sedih. Aku tak mau melihatmu bersedih...kau adalah orang spesial dalam hidupku. Seandainya kita bisa bersama selamanya...aku akan merasa sangat bahagia”.
“Sahabat...masa-masa yang kulalui bersamamu adalah masa-masa paling indah dalam hidupku. Kau ingat saat kita semua berlibur di puncak...kau bercerita tentang bunga terindah yang pernah kau temui, terima kasih telah menganggapku menjadi bunga terindah kedua yang engkau temui. Sesungguhnya engkau telah berhasil merawat bunga itu. Kini bunga itu tumbuh menjadi bunga yang sangat indah...seindah saat engkau ada disisiku. Terima kasih telah ada dalam hidupku. Aku takkan pernah bisa melupakanmu”
“Sahabat...aku harap kita dapat berjumpa kembali. Pada waktu dimana kita telah meraih apa yang kita impikan. Selamat tinggal sahabatku...semoga Tuhan selalu melindungimu. Sahabatmu, Risa Aulia Novianti”.
TAMAT